Gurune.net – Kalau berbicara kurikulum memang tidak ada habisnya, habis untuk berfikir hehe karena harus mengedit setiap tahunya. Sejarah panjang kurikulum sudah terjadi di Indonesia.
Oya sob apasi artinya kurikulum?
Berdasarkan wikipedia Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan.[1] Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja. Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.
Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum yang pertama kali lahir
di era kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih
popular daripada kata curriculum
(bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari
orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan
ditetapkan Pancasila. Rencana
Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan
menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya
memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus
garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan
pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari,
perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
Rencana Pelajaran
Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci
setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus
mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,”
kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995.
Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung
Pinang, Riau. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan
1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa,
karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima
kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan
(keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada
pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
Kurikulum 1968
Usai tahun 1952, menjelang
tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia.
Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum
1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai
keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada
jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana
(Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik,
keprigelan, dan jasmani. Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum
1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari
Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi
pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan
pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya
untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan
beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Kelahiran
Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang
dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia
Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi
pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat.
“Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi
pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di
lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa
di setiap jenjang pendidikan.
Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada
tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi
adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective)
yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan
SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan
pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan
pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK),
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang
akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung
process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor
tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”.
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting
dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala
Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta —
sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok
secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan,
mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional.
Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah
suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan
gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan
CBSA bermunculan.
Kurikulum 1994 dan
Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih
pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin
mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan
proses,” kata Mudjito menjelaskan. Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum
berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu
berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan
dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian,
keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok
masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum.
Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan
rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi
perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah
yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan
alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional
masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai,
evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu
mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru
diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar
di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun
tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan
dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa
hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.
Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk
merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta
kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD),
Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 (K-13)
adalah kurikulum yang berlaku dalam Sistem Pendidikan
Indonesia. Kurikulum ini merupakan kurikulum tetap
diterapkan oleh pemerintah untuk menggantikan Kurikulum-2006 (yang sering
disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Hasil revisi kurikulum 2013 yang terjadi salah satunya
pada perangkat pembelajaran guru. Mulai Juli tahun 2017 Kurikulum 2013
Diberlakukan Secara Nasional.
Sudah ada 9 kali perubahan kurikulum, di tahun 2017-2019 memang tidak jauh berbeda dengan kurtilas ( K-13 ) akan tetapi
Sejarah kurikulum di Indonesia sudah melalui perjalanan panjang, sejarah mencatat perubahan tersebut mulai tahun 1947, 1952, 1964,1975,1984,1994, 2004, 2006, dan yang palin anyar adalah kurikulum 2013. … Jangan sampai kurikulum berubah, tapi pola pikir tetap belum berubah, masih tetap seperti sedia kala.