Aturan Penulisan Kata Sandang “Si” dan “Sang” Menurut EYD Edisi Kelima
Home » Aturan Penulisan Kata Sandang “Si” dan “Sang” Menurut EYD Edisi Kelima

Aturan Penulisan Kata Sandang “Si” dan “Sang” Menurut EYD Edisi Kelima

gurune.net – Aturan Penulisan Kata Sandang “Si” dan “Sang” Menurut EYD Edisi Kelima. Kata sandang merupakan unsur penting dalam tata bahasa Indonesia, terutama dalam menandai subjek yang dikenali atau dihormati dalam kalimat. Dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) Edisi Kelima, penggunaan kata sandang “si” dan “sang” memiliki aturan yang tegas baik dalam penulisan maupun penggunaannya dalam konteks tertentu.

Artikel ini mengulas secara lengkap bagaimana aturan penulisan kata sandang “si” dan “sang” sesuai kaidah EYD terbaru, disertai contoh yang dapat membantu dalam memahami penerapannya secara benar.

Pemisahan Kata “Si” dan “Sang” dalam Kalimat

Menurut EYD Edisi Kelima, kata sandang “si” dan “sang” harus ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Ini berlaku baik dalam tulisan ilmiah, fiksi, maupun penulisan sehari-hari. Kedua kata ini berfungsi untuk menandai individu atau tokoh, baik nyata maupun fiktif.

Berikut ini beberapa contoh penggunaan kata sandang “si” dan “sang” yang ditulis secara terpisah:

Contoh Kalimat Penjelasan
Surat itu dikembalikan kepada si pengirim. Menunjuk seseorang yang telah mengirim surat, tanpa menyebutkan nama.
Dalam cerita itu si Pitung berhasil menolong penduduk. Merujuk pada tokoh dalam cerita rakyat Betawi.
Toko itu memberikan hadiah kepada si pembeli. Menunjukkan subjek yang menerima hadiah karena membeli barang.
Ibu itu menghadiahi sang suami kemeja batik. Penggunaan kata sandang “sang” untuk menunjukkan penghormatan.
Sang adik mematuhi nasihat sang kakak. Menggambarkan hubungan keluarga dengan nuansa hormat.
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil. Digunakan dalam konteks dongeng dengan nuansa tokoh penting.
Baca Juga :  Pendidikan Karakter orang jawa yang diajarkan Guru dan Orang Tua kepada muridnya atau anaknya

Dalam semua contoh di atas, penulisan dipisahkan antara kata sandang dan kata yang mengikutinya. Hal ini merupakan bentuk konsistensi dalam tata bahasa yang harus diikuti oleh semua pengguna bahasa Indonesia, baik dalam konteks akademik maupun nonformal.

Penggunaan Huruf Kapital untuk “Sang” dalam Konteks Religius

Selain aturan penulisan terpisah, terdapat ketentuan khusus untuk penggunaan huruf kapital pada kata “sang”. Ketika “sang” digunakan sebagai unsur nama Tuhan atau sosok yang dimuliakan secara spiritual, maka huruf awalnya harus ditulis dengan kapital.

Contoh penulisan yang benar dalam konteks ini adalah sebagai berikut:

Contoh Kalimat Keterangan
Kita harus berserah diri kepada Sang Pencipta. Penulisan kapital karena merujuk pada Tuhan.
Pura dibangun oleh umat Hindu untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa. Kata “Sang” digunakan sebagai nama suci dalam kepercayaan Hindu.

Dalam hal ini, kata “sang” memiliki nilai kehormatan yang sangat tinggi sehingga pemakaiannya pun wajib mengikuti aturan khusus. Penulisan huruf kapital ini juga menunjukkan rasa hormat dan pengagungan kepada Tuhan.

Fungsi dan Makna Kata “Si” dan “Sang”

Kedua kata sandang ini tidak hanya berbeda dalam bentuk dan aturan penulisan, tetapi juga memiliki nuansa makna yang berbeda tergantung konteks penggunaannya:

  • Kata “si” biasanya digunakan untuk menyebutkan seseorang atau tokoh dengan cara yang netral atau dalam konteks yang lebih umum dan sering kali bernuansa tidak formal. Misalnya, dalam cerita rakyat atau pembicaraan sehari-hari.
  • Kata “sang” digunakan untuk menyebut seseorang dengan nuansa hormat, bahkan kadang bernuansa sastrawi atau formal. Biasanya digunakan dalam karya sastra, cerita dongeng, atau menyebut tokoh terhormat.

Penting untuk memahami konteks kalimat ketika memilih antara kata “si” dan “sang”. Penggunaan yang tepat akan mencerminkan penguasaan terhadap bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Baca Juga :  Kunci Jawaban Perbaikan Kata Serapan

Kesalahan Umum yang Harus Dihindari

Berikut adalah beberapa kesalahan umum yang sering dijumpai dalam penulisan kata sandang “si” dan “sang”:

  1. Menulis “si” atau “sang” serangkai dengan kata berikutnya, misalnya “siPitung” atau “sangKancil”. Ini adalah bentuk yang salah menurut EYD.
  2. Menulis “sang” dengan huruf kecil ketika digunakan dalam konteks ketuhanan. Misalnya: “sang Pencipta” (seharusnya: “Sang Pencipta”).
  3. Menggunakan “si” untuk tokoh yang seharusnya dihormati. Sebagai contoh: “si Presiden” (lebih baik: “Presiden” saja atau “Sang Pemimpin” dalam konteks sastra).

Menghindari kesalahan-kesalahan ini sangat penting untuk menjaga kualitas dan keakuratan tulisan dalam bahasa Indonesia.

Kesimpulan

Kata sandang “si” dan “sang” memiliki peranan penting dalam menyusun kalimat yang tepat dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan EYD Edisi Kelima, keduanya harus ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Selain itu, kata “sang” perlu menggunakan huruf kapital jika merujuk pada nama Tuhan atau sosok yang dimuliakan.

Pemahaman dan penerapan aturan ini penting tidak hanya untuk penulisan akademik, tetapi juga dalam konteks jurnalistik, sastra, dan komunikasi sehari-hari. Dengan menggunakan kata sandang secara benar, kita turut menjaga kualitas bahasa Indonesia agar tetap sesuai dengan kaidah yang berlaku.

Artikel ini disusun berdasarkan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) Edisi Kelima, sebagai rujukan resmi kebahasaan di Indonesia.

Scroll to Top