Landasan Sosiologis Koding dan Kecerdasan Artifisial dalam Transformasi Pendidikan dan Masyarakat

Landasan Sosiologis Koding dan Kecerdasan Artifisial dalam Transformasi Pendidikan dan Masyarakat

gurune.net – Landasan Sosiologis Koding dan Kecerdasan Artifisial dalam Transformasi Pendidikan dan Masyarakat. Revolusi digital telah mentransformasi cara manusia hidup, belajar, dan berinteraksi. Perubahan ini menciptakan masyarakat yang sangat bergantung pada teknologi, mengubah pola kerja, komunikasi, hingga pendidikan. Dalam konteks ini, penting untuk memahami bagaimana perkembangan teknologi seperti koding dan kecerdasan artifisial (AI) berdampak secara sosiologis terhadap masyarakat global dan Indonesia secara khusus.

Konsep “masyarakat jaringan” yang dicetuskan oleh Castells (1996) menjadi cerminan zaman ini. Teknologi bukan hanya alat bantu, tetapi menjadi struktur sosial itu sendiri. Revolusi Industri 4.0, yang membawa otomatisasi, robotika, IoT, dan AI, telah mengubah berbagai sendi kehidupan. Namun, transformasi ini juga menimbulkan tantangan sosial yang kompleks, dari ketimpangan akses digital hingga dampak terhadap lapangan kerja.

Transformasi Sosial: Teknologi sebagai Penentu Arah Kehidupan

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi menjadi mesin penggerak perubahan sosial. Teknologi mempercepat pertukaran informasi, menciptakan inovasi dalam layanan publik, serta memperluas jaringan sosial dan ekonomi masyarakat. Namun demikian, revolusi digital juga menciptakan tekanan sosial, mulai dari ancaman privasi, kecanduan layar, sampai munculnya fenomena sosial baru seperti “toxic digital culture.”

Menurut Pew Research Center (2018), meskipun teknologi digital memberi banyak keuntungan—seperti akses informasi yang luas dan konektivitas global—tetap ada risiko signifikan. Individu cenderung kehilangan keterampilan sosial, terjebak dalam hoaks, dan menjadi korban kekerasan daring.

Baca Juga :  Pembahasan Materi Visualisasi Data, Informatika Kelas VIII SMP

Dalam konteks ini, literasi digital menjadi kebutuhan mendesak. Kemampuan membaca dan menafsirkan informasi digital secara kritis menjadi kompetensi dasar dalam kehidupan masyarakat era digital.

Masyarakat 5.0: Antara Teknologi dan Kemanusiaan

Sebagai respons atas tantangan sosial akibat Revolusi Industri 4.0, Jepang mengembangkan konsep Society 5.0 atau Masyarakat 5.0. Ini adalah paradigma yang menggabungkan kekuatan teknologi dengan nilai-nilai kemanusiaan. Teknologi digunakan bukan sekadar untuk efisiensi, tetapi untuk menyelesaikan masalah sosial, mengurangi kesenjangan, dan meningkatkan kualitas hidup.

Konsep ini menekankan pentingnya big data, AI, IoT, dan robotika untuk membentuk sistem sosial yang lebih inklusif. Dengan memusatkan pembangunan pada manusia, Society 5.0 menjadi dasar pemanfaatan teknologi yang etis dan berkelanjutan.

Indonesia dapat belajar dari Society 5.0 dalam mengarahkan kebijakan teknologi dan pendidikan. Dengan membangun teknologi yang berpihak pada manusia, maka transformasi digital dapat memberikan manfaat luas bagi semua lapisan masyarakat.

Koding dan AI: Pilar Masa Depan Digital

Koding dan AI menjadi inti dari seluruh sistem digital modern. Dari aplikasi ponsel hingga sistem manajemen kota cerdas, semuanya bergantung pada kemampuan pemrograman dan kecerdasan mesin. Menguasai koding dan AI bukan lagi pilihan, melainkan keharusan bagi siapa pun yang ingin bertahan dan unggul di era digital.

Menurut World Economic Forum (2023), penggunaan big data, AI, dan cloud computing akan diadopsi oleh 75% perusahaan global hingga 2027. Fenomena ini akan menciptakan jutaan pekerjaan baru, sekaligus menghapus banyak jenis pekerjaan konvensional. Maka, pendidikan harus menyiapkan generasi yang adaptif dan siap dengan keterampilan digital tingkat tinggi.

Realitas Digital di Indonesia: Kesenjangan dan Potensi

Di Indonesia, transformasi digital menunjukkan kemajuan, meski masih menghadapi tantangan besar. BPS (2024) mencatat peningkatan penetrasi internet dari 66,48% pada 2022 menjadi 69,21% pada 2023. Namun, pertumbuhan ini belum merata. Banyak daerah yang masih kesulitan mengakses internet cepat karena keterbatasan infrastruktur.

Baca Juga :  Materi Terhubung ke Internet dengan Aman, Informatika Kelas VIII SMP

Indeks Pembangunan TIK juga menunjukkan pertumbuhan lambat pada aspek infrastruktur dibandingkan aspek penggunaan. Ini menjadi bukti bahwa pembangunan teknologi belum menyentuh seluruh wilayah secara adil.

Hal yang sama terlihat dalam akses ekonomi digital. Sektor e-commerce dan gig economy berkembang pesat, namun manfaatnya belum dirasakan semua pihak. Kalangan muda perkotaan mendapat keuntungan dari ekonomi digital, sementara masyarakat di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) masih tertinggal.

Pendidikan dan Pembelajaran Berbasis AI

Transformasi digital turut mengubah cara belajar dan mengajar. AI memungkinkan pembelajaran personalisasi, di mana materi disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa. AI juga membantu guru dalam menganalisis perkembangan siswa secara cepat dan akurat.

RPJPN 2025–2045 menyebutkan bahwa pendidikan berbasis teknologi harus menjadi fondasi pembangunan SDM Indonesia. Dalam visi ini, sekolah dan perguruan tinggi didorong untuk mengintegrasikan AI, big data, dan sistem digital dalam kegiatan belajar mengajar.

Namun, untuk mencapai itu, tantangan seperti pelatihan guru, penyediaan perangkat, dan penyusunan kurikulum yang adaptif masih menjadi pekerjaan rumah besar.

Hambatan Menuju Inklusivitas Digital

Hambatan digitalisasi di Indonesia sangat kompleks. Faktor wilayah, pendidikan, gender, dan tingkat ekonomi mempengaruhi akses dan pemanfaatan teknologi. Banyak masyarakat hanya menggunakan internet untuk hiburan dan media sosial, tanpa tahu cara menggunakannya untuk meningkatkan produktivitas atau membangun usaha.

Menurut IMDI 2024, pilar keterampilan digital masyarakat Indonesia sudah cukup baik, namun pilar pemberdayaan masih sangat rendah. Artinya, banyak orang bisa menggunakan teknologi, tapi belum mampu menjadikannya sebagai alat untuk menciptakan nilai tambah dalam hidup.

Padahal, untuk membangun masyarakat digital yang kuat, literasi digital harus ditingkatkan. Ini meliputi kemampuan teknis, pemahaman etika digital, serta kesadaran akan keamanan siber.

Baca Juga :  Integrasi Koding dan AI dalam Pendidikan Indonesia

Dunia Usaha dan Inovasi Digital

Mayoritas pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia belum memanfaatkan teknologi canggih. AI, chatbot, sistem CRM, hingga komputasi awan masih dianggap “barang mahal” atau belum dipahami sepenuhnya manfaatnya. Bahkan, lebih dari 65% pelaku usaha belum pernah menggunakan IoT (Budiarto dkk., 2024).

Padahal, teknologi semacam itu dapat meningkatkan efisiensi, pelayanan pelanggan, dan kapasitas produksi. Pelatihan teknologi untuk UMKM harus menjadi prioritas dalam kebijakan transformasi ekonomi digital nasional.

Krisis Etika dan Keamanan di Dunia Maya

Lemahnya literasi digital berujung pada krisis etika digital. Perilaku kasar, ujaran kebencian, penyebaran hoaks, dan cyberbullying marak terjadi di Indonesia. Data dari Digital Civility Index menempatkan Indonesia pada posisi buruk di Asia Tenggara dalam hal kesantunan digital.

Fenomena ini mencerminkan kebutuhan mendesak untuk pendidikan etika digital yang masif. Masyarakat perlu memahami bahwa dunia maya adalah ruang publik yang menuntut tanggung jawab dan keadaban.

Menuju Visi Indonesia Emas 2045

Seluruh tantangan dan potensi ini harus dipandang dalam kerangka Visi Indonesia 2045. Tiga transformasi utama—sosial, ekonomi, dan tata kelola—tidak bisa tercapai tanpa penguasaan teknologi digital.

Koding dan AI menjadi dua kompetensi utama yang harus dimiliki oleh generasi masa depan. Kurikulum pendidikan harus memasukkan keterampilan ini sejak dini, dan semua kelompok masyarakat harus memiliki akses yang setara untuk mempelajarinya.

Pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat sipil harus bekerja sama untuk membangun ekosistem digital nasional yang inklusif dan berkelanjutan.

Penutup: Kunci Masa Depan Bangsa

Landasan sosiologis pembelajaran koding dan kecerdasan artifisial menunjukkan bahwa teknologi adalah faktor penentu dalam kehidupan sosial modern. Namun, keberhasilan transformasi digital tidak semata ditentukan oleh teknologi itu sendiri, melainkan oleh kemampuan masyarakat dalam memanfaatkannya secara bijak, produktif, dan etis.

Transformasi digital bukan hanya tentang inovasi, tetapi juga tentang keadilan sosial. Maka, literasi digital, pendidikan koding, dan penguatan AI harus dijadikan agenda nasional untuk memperkuat daya saing bangsa dalam menghadapi era globalisasi dan revolusi teknologi.

Scroll to Top