Aku Cinta Membaca
Cintailah membaca, karena semakin banyak membaca, semakin banyak tempat yang kamu kunjungi, semakin sering membaca, semakin sering kamu berpetualang, semakin beragam bacaanmu, semakin beragam pula pengalaman yang kamu rasakan.
Apa yang kamu baca akan membuatmu kaya, karena apa yang kamu baca akan mengisi dirimu dengan ilmu, menambah jiwamu dengan pengetahuan, dan membuka wawasan cakrawala benakmu, seluas-luasnya!
Menabung untuk Hemat Energi
Sekolah Bindi cukup jauh dari rumah. Setiap pagi Bindi berangkat sebelum matahari terbit. Ia harus berjalan sekitar 50 km. Ia menempuh waktu satu jam berjalan kaki hingga sampai di sekolah. Oleh karena itu, Bindi memilih untuk berangkat dini hari. Agar ia bisa menikmati udara segar di pagi hari, dan juga agar terik matahari tidak membuatnya cepat lelah.
Bindi hampir selalu menjadi siswa yang paling pagi tiba di sekolah. Rumah teman-teman Bindi banyak yang lebih dekat dari sekolah. Ada juga yang lebih jauh, namun biasanya teman-temannya diantar oleh ayahnya naik motor. Saat ini, Bindi rajin menyisihkan uang jajannya untuk ditabung. Ia ingin membeli sepeda. Jika naik sepeda, mungkin Bindi dapat menempuh waktu 30 menit sampai di sekolah. Oleh karena itu, Bindi lebih sering membawa bekal dari rumah. Hanya kadang-kadang, ketika air minumnya habis, ia harus membeli lagi di warung dalam perjalanannya pulang ke rumah.
Sebenarnya ayah selalu menawarkan untuk mengantarkan Bindi ke sekolah dengan sepeda motornya. Ayah bisa saja berangkat ke kantor lebih pagi untuk mengantarkan Bindi dahulu. Bindi menolak. Ia ingat, bahwa kendaraan bermesin, termasuk motor membutuhkan bahan bakar. Bindi sudah belajar di sekolah mengenai gerakan hemat energi. Ada saatnya nanti bahan bakar akan semakin langka, karena pemakaian manusia yang tidak bijak. Pemakaian bahan bakar yang berlebihan akan mempercepat kelangkaannya. Bindi ingin dapat berperan untuk menghemat energi. Walaupun masih kelas 4 SD Bindi yakin, perannya juga memiliki pengaruh bagi lingkungannya. Selain menghemat energi, berjalan kaki atau naik sepeda merupakan peran Bindi untuk tidak menambah polusi udara dari asap kendaraan.
Wah, mulia sekali ya usaha Bindi. Ia menabung bukan untuk membeli mainan, sepatu baru, atau tas baru. Ia menabung untuk bisa berperan dalam menghemat energi! Ayah dan ibu Bindi bangga dengan niat Bindi. Mereka dengan senang hati mendukung Bindi untuk mewujudkan keinginannya. Semoga Bindi semakin sehat dengan perjalanannya ke sekolah, semoga Bindi dapat mewujudkan keinginannya berbuat hal kecil bagi bumi.
[Santi Hendriyeti]
Kampung Naga,Hidup Nyaman Tanpa Listrik
Kampung Naga adalah sebuah kampung di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Kampung ini terletak di lembah, sehingga untuk sampai di sana kamu perlu turun melewati ratusan anak tangga. Letaknya yang tersembunyi membuat kampung ini dapat mempertahankan nilai-nilai kearifan yang dianggapnya perlu dilestarikan. Masyarakat disana masih memegang teguh adat tradisi yang diturunkan oleh pendahulu mereka. Mereka juga menolak campur tangan dari luar kampung terhadap kebijakan yang mereka jalani. Satu hal yang unik, mereka masih bertahan hidup tanpa listrik. Bukan karena listrik tidak dapat masuk ke kampung terpencil ini, tetapi justru karena penghuni kampung menolaknya.
Mungkin kamu berpikir bahwa tanpa listrik warga Kampung Naga hidup sengsara. Ternyata tidak! Mereka hidup seperti biasa, tetap nyaman. Anak- anak pun belajar di sekolah seperti teman-teman dari kampung yang lain. Bagaimana dengan di rumah? Mereka tetap bisa mengerjakan tugas-tugas sekolah. Segera setelah pulang sekolah, sebelum matahari terbenam mereka menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Sesekali ketika dibutuhkan, mereka menggunakan lampu minyak sebagai penerangan ketika belajar.
Tanpa listrik, warga Kampung Naga justru seakan sangat menghargai terang matahari. Dini hari, warga sudah bangun untuk bersiap-siap melakukan kegiatannya. Ketika matahari mulai terbit, semua sudah siap menjalankan peran masing-masing. Ayah ke sawah, ibu menyiapkan masakan, anak-anak ke sekolah. Sore hari, menjelang matahari terbenam keluarga sudah berkumpul di rumah, berbincang sejenak menceritakan kegiatan masing-masing. Kudapan sore buatan ibu menjadi teman bercerita dalam keluarga. Ketika matahari terbenam, pintu-pintu rumah sudah tertutup rapat. Sambil menikmati hidangan makan malam, mereka melanjutkan bercerita, hingga tiba waktu beristirahat. Cerita keluarga berlangsung seru, tanpa gangguan acara televisi. Hanya terang bulan dan cahaya kunang-kunang yang membantu warga menikmati indahnya malam.
Tanpa listrik, udara malam di sana terasa sejuk, suasana pun tenang. Ketika di kota-kota besar, mobil, bus, dan motor masih antri di jalan, para pekerja masih menghabiskan tenaga dan bahan bakar kendaraan di keramaian malam, warga Kampung Naga sudah tidur terlelap. Mereka mensyukuri terang matahari sebagai waktu untuk bekerja keras, mensyukuri malam sebagai waktu untuk beristirahat, serta menghargai bumi tanpa energi berlebih yang perlu dihabiskan. Di Kampung Naga, tanpa listrik warga tetap bisa
hidup dengan nyaman.
[Santi Hendriyeti]
Hijau Pohon,Sejukkan Bumi
Ketika libur tiba, aku sering menghabiskan liburan di rumah kakek. Kakek tinggal di desa, di kaki gunung. Aku senang tinggal di sana. Udara di sana terasa sejuk, air sejuk yang berlimpah, sungai jernih mengalir di belakang rumah kakek, dan hijau pohon mengelilingi rumah kakek.
Rumah kakek tidak terlalu besar, namun kebun kakek sangat luas. Kakek memiliki berbagai pohon buah di halamannya. Ada pohon rambutan, mangga, kelengkeng, sawo, delima, dan masih banyak lagi. Kakek menanam pohon- pohon itu sendiri. Aku senang, karena ketika di sana aku akan mencicipi berbagai buah dari kebun kakek, yang jarang aku temui di sekitar rumahku. Namun aku heran, setiap aku berkunjung ke sana, aku masih melihat kakek sibuk bertanam di sore hari. Ketika aku tanya, mengapa kakek masih terus menanam, sementara buah dari pohon di kebunnya pun tidak habis dimakan. Kakek pun menjelaskan panjang lebar, sepanjang sore, sepanjang malam.
Kata kakek, jangan pernah berhenti menanam pohon. Pohon yang kamu tanam sekarang, mungkin tidak akan kamu nikmati hasilnya sekarang. Pohon yang kamu tanam sekarang, mungkin baru puluhan tahun nanti akan berbuah. Tetapi, pohon yang kamu tanam sekarang akan memberi manfaat bagi anak dan cucu. Pohon yang kamu tanam, sebelum berbuah sudah memberi sejuk bagi lingkungan. Pohon yang kamu tanam, sebelum berbuah sudah memberi sumbangan oksigen bagi lingkungan. Pohon yang kamu tanam, sebelum berbuah sudah membantu menyimpan air di tanah. Panjang sekali penjelasan kakek, dari pohon ditanam, hingga manfaat dari buah di pohonnya.
Jika semua orang berpikir seperti kakek, aku yakin bumi kita tidak akan gersang. Jika semua orang berpikir seperti kakek, aku yakin bumi kita akan tetap sejuk. Jika semua orang bertindak seperti kakek, aku yakin air sejuk akan tetap berlimpah. Jika semua orang bertindak seperti kakek, aku yakin pemanasan global dapat selalu ditunda.
[Santi Hendriyeti]
Hemat Air, Cara MudahMenyelamatkan Bumi
Pulang sekolah, Aini selalu menyempatkan diri untuk beristirahat sejenak. Sambil minum segelas air putih dan makan kudapan yang kadang-kadang disiapkan ibu, Aini menghilangkan lelah sambil menunggu keringat di tubuhnya menguap. Kadang-kadang Aini juga membaca buku atau surat kabar sambil beristirahat di teras depan.
Setelah beristirahat, Aini biasanya langsung mandi. Ia ingin segera menyegarkan badan dari keringat setelah berjalan dari sekolah. Setelah mandi dan segar, ibu akan mengijinkan Aini bermain sebentar di luar, atau bermain di rumah Dara, tetangganya. Hari itu panas sekali. Dibukanya keran air hingga air deras mengalir ke bak mandi.
Aini mengguyurkan air ke badan berulang kali. Rasanya, tiga kali mengguyur air ke sekujur tubuh, tidak cukup untuk mengusir panas hari itu. Selesai mandi Aini bergegas ke rumah Dara. Hari itu, mereka berjanji untuk bersama-sama membuat boneka tangan dari kaus kaki.
Pulang dari kantor, ayah pun ingin mandi untuk menyegarkan badan. Betapa kagetnya ayah, ketika melihat air di bak mandi meluap terbuang ke lantai kamar mandi. Ternyata, Aini lupa menutup keran air. Air masih mengalir deras, entah sudah beberapa jam. Pantas saja lantai kamar mandi sedikit tergenang oleh limpahan air dari bak mandi. Ayah menggelengkan kepala. Bukan sekali ini Aini lupa menutup keran air. Tidak bisa dibiarkan kelalaian Aini ini.
|
Menjelang matahari terbenam, Aini kembali dari rumah Dara. Ayah sudah menunggunya di teras depan. Ayah mengajak Aini duduk di sebelahnya untuk berbincang tentang kelalaiannya. Ayah mengingatkan, air yang terbuang karena lupa menutup keran merupakan sebuah kesia-siaan. Perlu diingat betapa panjang siklus air, dari penguapan hingga kembali ke tanah. Perlu juga diingat ketika musim kemarau panjang, ketika air tanah sulit didapat. Aini pun perlu mengingat bahwa ada teman sebayanya yang tinggal di daerah yang gersang, sulit mendapatkan air sekadar untuk membasahi muka. Persediaan air di Bumi tidak cukup untuk semua orang. Bahkan sepertiga penduduk dunia mengalami kesulitan air. Pemanasan global membuat kekeringan semakin panjang. Hujan berkurang, air semakin lama sampai kembali ke tanah.
Menghemat air merupakan salah satu bentuk kepedulian terhadap Bumi. Mematikan keran air ketika tidak diperlukan merupakan cara mudah untuk menghemat air. Ketika kita sudah melakukan hal yang mudah demi Bumi, pasti kita dapat melakukan hal yang lebih untuk menyelamatkan Bumi. Aini mengangguk pelan. Ia bukan tidak tahu, hanya ia masih sering lupa. Aini harus terus mengingat, hemat air merupakan cara mudah untuk menyelamatkan Bumi.
[Santi Hendriyeti]
Sehat dan Hemat
Jalu jarang membawa bekal makanan dari rumah. Ia memilih untuk jajan di kantin sekolah. Ayah dan ibu memberikan Jalu uang jajan yang harus diatur pemakaiannya selama seminggu. Jika bersisa bisa ditabung untuk membeli buku yang Jalu suka pada akhir bulan.
Hari ini, ibu penjaja di kantin sekolah menyediakan menu nasi uduk dan sayur tumis buncis. Jalu suka sekali nasi uduk. Ibu juga sering memasak nasi uduk komplit di akhir minggu. Namun tumis buncis….hiiih…Jalu tidak suka! Jalu memang kurang suka makan sayur. Ia hanya memilih makan beberapa jenis sayur seperti sayur bayam atau sop wortel. Jalu makan sambil berbincang dengan Giring, sahabatnya. Ia menikmati nasi uduk sesuap demi sesuap. Tumis buncis tetap tidak tersentuh di piringnya. Sementara Giring makan semua lauk di piringnya dengan lahap. Ia melirik piring Jalu sekilas,
dalam hati ia heran melihat tumis buncis Jalu tidak terusik di pinggir piringnya.
Waktu makan siang telah usai. Bergegas Jalu dan Giring menghabiskan makanannya. Mereka harus membuang sisa makanan di tempat sampah sebelum menumpukkan piring di ember penampung. Ketika Jalu akan membuang sisa makanannya, Giring menahan piring Jalu. Ia mengingatkan Jalu untuk menghabiskan sayur yang masih utuh di pinggir piringnya. Kata Giring, ia tidak bisa membiarkan Jalu membuang makanan. Ia ingat selalu pesan ibunya. Makanan di mana pun, di rumah, di kantin, di warung, atau di restoran sekali pun dimasak dengan berbagai bahan. Proses memasak juga membutuhkan bahan bakar. Jadi, ketika kita tidak menghabiskan makanan, banyak bahan yang sia-sia terbuang dan kita juga tidak menggunakan bahan bakar dengan bijak. Jika kita tidak menghabiskan makanan berarti kita tidak ikut melakukan penghematan!
Wah, panjang sekali nasihat Giring. Jalu termenung. Pantas saja Giring tidak pernah terlihat membiarkan makanan masih bersisa di piringnya. Ternyata sahabatnya itu sangat bijak. Jalu berpikir, jika Giring bisa ikut serta dalam gerakan berhemat, ia juga harus bisa. Perlahan Jalu berusaha menghabiskan sayur tumis buncis di piringnya.
Hmm..ternyata rasanya lumayan enak juga. Ia hanya perlu membiasakan diri untuk
mencoba berbagai jenis sayur. Jalu berniat, mulai hari ini ia harus ikut serta dalam
gerakan berhemat. Bukan saja menghemat uang jajan, tetapi juga menghabiskan
semua makanan yang sudah tersedia di piringnya. Selain hemat tentu juga sehat!
[Santi Hendriyeti]