Sehebat Apapun Guru Membimbing Lomba Sampai Juara Tingkat Nasional, Bicara Masalah Angka Kredit Guru, Akan Kalah Nilai Sama Guru Pembuat Artikel Copas di Majalah Bulanan.

Gurune.net – Perlu sobat ketahui tulisan ini ditulis oleh
sobat dari negeri nan jauh disana.Simak ya sob, kayaknya menarik ni…Bangga lihat
anak didik kita dikala kita berhari – hari, berbulan-bulan bahkan mempersiapkan
dari satu tahun sebelumnya akhirnya siswa kita bisa menjuarai sebuah lomba baik
akademik, seni, agama, maupun olahraga. 

Bahkan dikala mereka mendapat uang
pembinaan sebesar apapun, kita hanya bisa bangga saja ga dapet bagian padahal
namanya uang pembinaan, eh emaknya yang kita bina buru – buru masukin tu amplop
isi uang pembinaan, mending ganti aja uang emak yang dibina aja..kwkwkwk.

Ya..Bangga yang tak terkira saat mereka juara, tapi sangat
disayangkan perjuangan itu hanya sampai level bangga saja, Kubuka aturan
tentang angka kredit di Buku 4, ko tidak muncul perihal pembinaan lomba dapet nilai?
Apa memang ku yang ga lihat, ada gasi sobat tau ga…muncul ga ?

Kalau memang ga ada, mungkin yang buat aturan ini dulu,
gatau kalau di level bawah ada hajat besar yang digelar rutin dan butuh
perjuangan ekstra untuk meraihnya. Ya…membina anak lomba samapi berprestasi,…….ga
ada daftarnya sob dalam buku 4.

Kadang kita yang sibuk akan anak didik dalam pembinaan, kalah
sama mereka yang sibuk memikirkan karirnya sendiri, ikut seminar sana sini
dengan dalih meningkatkan kemampuan, kompetensi tapi dibalik itu semua hanya
tuk melengkapi tuntutan angka kredit semata…

Kadang kita iri dikala mereka bisa buat buku sampai 300
judul buku dalam satu malam, diterima artikelnya di surat kabar *bayar lewat
belakang….

Mereka berjuang keras untuk karirnya sendiri, angka kredit
langsung tuntas penuh tuk naik satu level…

Tapi kita yang sibuk buat sketsa persiapan anak missal…, 

Baca Juga :  Download RPP dan Media Pembelajaran Kelas V Tema 3 Sub Tema 2 Pembelajaran 4

revisi berulangkali untuk tahap latihan awal, mencari rujukan karya untuk
presentasi didepan siswa, memberi contoh dan membimbing selangkah demi selangkah
agar anak didik kita bisa juara…..

Tapi kita yang berjuang di sisi tersebut kalah dalam urusan
angka kredit guru sama mereka yang berdalih mengembangkan karir…

Hehehe….tulisan diatas seakan menggebu – gebu ya, di kolom pojok
opini ini gurune hanya meluapkan rasa bangga menjadi guru Pembina lomba yang
anak didiknya sukses tapi lupa memikirkan karirnya sendiri…

Sebagai pembelaan akan dirinya sendiri pasti bilang, pasti akan
ada balasanya nanti…..hehehe..

Ya, memang kita harus ikhlas, tapi sangat disayangkan, sisi
ini tidak tersentuh oleh mereka para pemikir diatas, …

Mungkin banyak yang takut guru langsung bisa 4a kaya dulu
sob, missal bisa sampai 4a pun guru sekarang sudah banyak yang canggih ko, pola
pikir mereka milenial, lihat aja..mereka yang masuk perguruan tinggi
pendidikan, banyak yang lulusan terbaik di sekolah menengah dan kejuruan
sebelumnya…

Era ini berbeda dengan jaman –jaman bahola ko, ….

Tapia ada hikmahnya ni, kita disuruh buat KTI, PTK, RPP yang
terbilang rumit, harus diklat dan seminar sekian jam…

kita jadi ngerti semua itu…

Tapi jujur saja, guru sebetulnya dibebani banyak banget
administrasi, yang seharusnya bisa diringkes…agar tidak mengganggu aktifitas
kita dalam bimbingan dan pelatihan kepada anak…

Kita kebanyakan diklat, tapi ternyata isi diklatnya sama,
walau judul diklatnya beda…

Ya..kebiasan diklat dan diklat terus menerus, dengan tujuan
agar guru semakinmahir dan lainya….

Kupernah diklat sampai 4 kali, dan semua isi diklatnya sama
sebagian besar walau judul diklatnya berbeda..

Tapi yang penting piagamnya sob, lumayan buat nambah angka
kredit guru..

Baca Juga :  Administrasi Guru Yang Satu Ini di Anggap Memboroskan Dan Kurang Efisien ( RPP )

Kembali lagi, kita jadi fokusnya disana sob, selalu mikir
itu, jelaslah kalau ga dipikirkan kita akan tertinggal jauh sama satu liting…

Beda dengan mereka yang pakai kenaikan tingkat otomatis…

Ga mikir tu harus sekian diklat, dll..

Oya yang ga habis piker lagi missal kita jadi pembicara saja
dah muter otak kita buat materi dan belajar lama, Cuma 0,15 sob ga nyampai 1
luar biasa…

Yang lebih super lagi dah 5 tahun eh giliran mau naik kurang
0,0001 saja gabisa sob, ditunda tahun depan nyesek ga disitu…

Setelah kejadian itu,ku sekarang jadi rajin sob, mending
konsen ikut diklat, seminar dll ketimbang konsen mbimbing lomba yang seabreg
lomba jumlahnya tapi ga nyantol 0,0000000001 pun di nilai angka kredit guru..

Jika output yang diharapkan adalah guru, maka konsen aja
agar kita jadi hebat, pandai, jadi guru yang terkenal, sukses dalam penelitian,
sibuk kesana kemari..

Tapi jika output yang diharapkan adalah siswa, maka kita
fokuskan keanak didik kita..

Lho kan kita harus hebat dulu sebelum menghebatkan anak
didik kita, gimana sir u…?

Ya itu jelas, tapi maksud gurune yang selaras dengan
kebutuhan siswa kita, semisal kita menginginkan anak satu kelas pandai
matematika ya konsen kita hebatkan diri kita dimatematika, bukan pandai
bagaimana bisa membuat tulisan agar diterima di media masa….

Misal kita inginkan anak kita juara lukis, ya hebatkan kita
bagaimana kita bisa pelajari itu semua sampai benar – benar bisa kita terapkan
ke anak,…

Lho kan penting tu ru kita mahirkan guru bagaimana caranya
mengajar yang baik ?

Ok stop dulu, antara guru yang satu dengan yang lain cara
mengajarnya beda sob, kita sebagai guru punya cara tersendiri.. jangan samakan…
jika kita diarahkan tuk bisa mengikuti satu contoh, apalagi yang nutor
sebetulnya biasa – biasa saja..ah, ga kuikuti itu semua…ku lebih inginkan
eksplorasi kemampuan diri tuk tingkatkan kemampuan anak….

Baca Juga :  Cara Paling Mudah Penarikan Akar Pangkat Dua Matapelajaran Matematika ( UPDATE )

Wah dah terlalu ngelantur ni tulisan kusudahi dulu ya sob…dan
ingat ini tulisan ntah dari mana asalnya sob, ntar malah angka kreditku di
kurangi lagi..hehehe….biasa sob, kalau kita banyak bicara kita di cap ngeyelan …”
gausah neko – neko ikuti aja aturanya, beres..gausah banyak bicara”

Demikianlah sekilas info.

One comment

  1. Eri Udiyawati

    Setiap guru memiliki karakter masing-masing. Ikhlas memang harus ada dalam mengajar. Yaah, memang sih..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.