Sejarah Sekolah dan Mengapa Terjadi Pro dan Kontara Terhadap Sekolah ?

Sejarahnya di awal adanya sekolah, sekolahpun memiliki sebuah makna secara entimologis ( Ilmu yang mempelajari asal - usul kata ) yaitu SCHOLE yang berarti THE AGE OF LAISURE artinya memasuki suatu masa bersenang - senang dan bermain diluar rumah. Anak-anak mulai bergaul dengan sesama kawan sebayanya untuk bersosialisasi, bersenang - senang, bermain - main untuk menghabiskan waktu luangnya.    Lambat laun suasana yang menyenangkan akhirnya menjadi semakin berkurang dan bahkan nyaris hilang karena banyak titipan dan muatan yang dirancang untuk dimasukan ke dalam " program untuk bersenang - senang " tersebut.    Kemudian lahirlah konsep lembaga sekolah, yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan nonformal ( pendidikan luar sekolah ) dab pendidikan informal ( pendidikan dalam keluarga ). Sekolah moderen akhirnya menampilkan karakteristik, antara lain harus menggunakan kurikulum tertentu, mempunyai guru, dengan jenjang waktu tertentu, dan dengan ijazah tertentu pula.
sejarah sekolah – gurune.net

Gurune.net – Sejarahnya di awal adanya sekolah, sekolahpun memiliki sebuah makna secara entimologis ( Ilmu yang mempelajari asal – usul kata ) yaitu SCHOLE yang berarti THE AGE OF LAISURE artinya memasuki suatu masa bersenang – senang dan bermain diluar rumah. Anak-anak mulai bergaul dengan sesama kawan sebayanya untuk bersosialisasi, bersenang – senang, bermain – main untuk menghabiskan waktu luangnya.

Lambat laun suasana yang menyenangkan akhirnya menjadi semakin berkurang dan bahkan nyaris hilang karena banyak titipan dan muatan yang dirancang untuk dimasukan ke dalam ” program untuk bersenang – senang ” tersebut.

Kemudian lahirlah konsep lembaga sekolah, yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan nonformal ( pendidikan luar sekolah ) dab pendidikan informal ( pendidikan dalam keluarga ). Sekolah moderen akhirnya menampilkan karakteristik, antara lain harus menggunakan kurikulum tertentu, mempunyai guru, dengan jenjang waktu tertentu, dan dengan ijazah tertentu pula.

Akhirnya, lahirlah suatu pendekatan bahwa lembaga pendidikan sekolah menganut ” education production function ” atau fungsi produksi pendidikan sekolah yang tak ubahnya sebagai sebuah pabrik yang harus berlangsung dengan Raw input (Kualitas siswa yang akan mengikuti proses pendidikan ), Process, output tertentu.

Anak- anak sebagai peserta didik adalah masukan kasar ( raw input ). 

Sedangkan guru,kurikulum, sarpras, adalah masukan instrumental ( instrumental input ).

Proses pengajaran dan pembelajaran adalah sebuah proses ( process ).

lulusan yang dihasilkan keluar ( output ) dan hasil ( outcomes).

Berdasarkan pendekatan tersebut, banyak sekolah telah berubah wajah menjadi ” PABRIK PENDIDIKAN ” yang menghasilkan poduk secara masal, dengan sertifikat yang dikenal dengan nama ijazah. Akhirnya, anak belajar disekolah tidak untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat bagi kehidupanya, akan tetapi lebih terfokus untuk mendapatkan ijazahnya.

Baca Juga :  Membangun Karakter Generasi Milenial Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0

Ijazah menjadi satu – satunya tolok ukur keberhasilan pendidikan.

Makin banyak mengeluarkan ijazah, lembaga pendidikan dinilai telah berhasil dalam menjalankan fungsinya. Akibatnya , ukuran kemampuan anak , ukuran kompetensi yang berhasil di raih peserta didik tidak menjadi tujuan utama masuk  di suatu sekolah.

Dampak ikutan yang terjadi  di sekolah sudah menjadi proses mekanisme yang berlangsung kurang manusiawi. Para guru yang mengajar di sekolah banyak yang hanya mengajar target kurikulum.

Ibarat pabrik yang harus menghasilkan target produksi yang telah di tentukan, sekolah memiliki target keluaran yang harus dihasilkan.

Proses pendidikanyang harus berlangsung secara manusiawi kurang mendapatkan perhatian. Akhirnya, banyak pakar mulai mempertanyakan keberadaan sekolah sebagai tempat yang nyaman untuk belajar.

Kewajiban belajar telah berubah total menjadi kewajiban untuk masuk sekolah.

Bahkan, terdapat kesan bahwa sekolah telah berubah menajadi semacam penjara. 

Inilah awal dari munculnya pendapat yang kontra terhadap sekolah, yang secara vokal di kemukakan oleh ” Ivan Illich ” dalam bukunya bertajuk ” Descholing society ”  dan ” Rabidandranath Tagore ” dalam sistem pendidikanya ” Shanti Niketan atau Rumah Damai.

Jika dipelajari secara teliti , kritik terhadap sekolah bertujuan untuk mengembangkan suasana sekolah sebagai tempat tempat yang menyenangkan bagi sang anak, memperlakukan anak secara manusiawi, dan memerhatikan perpbedaan individu anank sesuai dengan keunikan anak sebagai manusia yang memiliki aneka ragam tipe kecerdasan.

Sumber Buku :  Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

Karya : Drs. Suparlan M.Ed.

Yuda Candra

Guru yang juga mendalami dunia blogger dan sudah berkecimpung di dunia blog sejak 2016. Saat ini menjadi editor di beberapa website. Memilki hobby menulis baik pada dunia pendidikan maupun di dunia teknologi informasi

Artikel Terkait

1 Comment

  1. Eri Udiyawati
    2019-06-29

    Ohh jadi asalnya ilmu untuk asal usul kata dan kemudian menjadi sebuah sekolah. Ya, selama ini udah banyak perubahan serta pro dan kontra juga belum berakhir sampai sekarang ini.

Leave a Comment

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.