Teori dan Apresiasi Sastra Indonesia

Jenis-jenis Sastra Indonesia/ Genre Sastra  Karya sastra menurut genre atau jenisnya terbagi atas puisi, prosa, dan drama. Pembagian tersebut semata-mata didasarkan atas perbedaan bentuk fisiknya saja, bukan substansinya. Substansi karya sastra apa pun bentuknya tetap sama, yakni pengalaman kemanusiaan dalam segala wujud dan dimensinya. Berikut ini dipaparkan ketiga bentuk karya sastra tersebut.     a. Puisi  Pengertian  Secara etimologis, puisi berasal dari bahasa Inggris, poetry "mencipta". Secara terminologis, puisi menurut W.Dunton adalah ekspresi yang konkret atau bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa yang emosional dan berirama. Penggunaan bahasanya berupa pengalaman bathin yang disusun secara khas pula. Susunan kata singkat dan padat, menggunakan majas untuk memperindah dari berbagai segi: makna, citraan, rima, ritme, nada, rasa, dan jangkauan simboliknya.     Dari segi bentuknya kita mengenal puisi terikat dan puisi bebas. Puisi terikat dapat dikatakan sebagai puisi lama, puisi yang diciptakan oleh masyarakat lama, seperti pantun, syair,dan gurindam. Puisi lama merupakan puisi yang terikat oleh syarat-syarat, seperti jumlah larik dalam setiap bait, jumlah suku kata dalam setiap larik, pola rima dan irama, serta muatan setiap bait Sedangkan puisi baru, puisi bebas atau yang lebih dikenal sebagai puisi modern yang mulai muncul pada masa Pujangga Baru yang dipelopori oleh Chairil Anwar yang disebut angkatan 45. Puisi modern merupakan bentuk pengucapan puisi yang tidak menginginkan pola-pola estetika yang kaku atau patokan-patokan yang membelenggu kebebasan jiwa penyair. Dengan demikian, nilai puisi modern dapat dilihat pada keutuhan,     keselarasan, dan kepadatan ucapan, dan bukan terletak pada jumlah bait dan larik yang membangunnya.    Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa puisi merupakan pengungkapan pikiran dan perasaan dengan kata-kata yang terbatas jumlahnya serta dengan bahasa yang emosional dan berirama.     Unsur-unsur puisi  Unsur-unsur puisi terbagi atas unsur lahiriah (struktur fisik puisi) dan unsur batiniah (struktur bati).  Unsur lahiriah yaitu: rima atau irama adalah persamaan bunyi yang terdapat pada puisi, baik pada awal, tengah, atau pada akhir baris puisi. Imaji merupakan suatu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi seperti perasaan, penglihatan, dan pendengaran. Diksi yaitu pemilihan beberapa kata yang dilakukan penyair dalam karyanya. Kata konkret adalah kata yang dapat ditangkap dengan menggunakan indra yang memungkinkan menculnya imaji. Gaya bahasa yang dapat menghidupkan efek serta menimbulkan konotasi tertentu. Tipografi adalah bentuk puisi yang tepi kanan dan kiri tidak dipenuhi kata, tidak selalu dimulai dengan huruf besar pada setiap baris serta tidak diakhiri tanda titik.    Unsur batiniah yaitu: tema atau makna baik tiap kata atau makna keseluruhan. Rasa merupakan sikap penyair terhadap suatu pokok permasalahan yang ada dalam puisi, Nada adalah sikap penyair terhadap pembacanya serta nada berhubungan dengan tema dan rasa. Amanat merupakan pesan yang akan disampaikan penyair kepada pembaca.     Menentukan Makna Puisi  Pemahaman makna puisi bila memaknai secara literal, pengertian tersirat, dan nilai kehidupan. Makna literal merupakan makna yang digambarkan oleh kata-kata dalam puisi seperti lazim dipersepsikan dalam kehidupan sehari-hari, merupakan perbandingan atau metafora aku layaknya atau bagaikan binatang jalang.     Menentukan Tema Puisi  Tema puisi merupakan dasar atau kokok pikiran/perasaan di dalam penulisan suatu puisi. Tema puisi dapat diketahui melalui hubungan kata-kata yang semakna yang ada di dalamnya.     Contoh menentukan tema puisi:     SAAT ITU  Saat mentari mulai terbit  Itulah awal Aku mengenalmu dalam buku  Saat raja siang membakar  Itulah awal Aku bersamamu  Saat hujan turun dengan lebat  Itulah saat Aku mengkhawatirkanmu  Saat bintang bertabur dan bulan tersenyum  Itulah saat Aku memikirkanmu  Saat malam semakin larut  Saat itulah aku merasa takut untuk kehilangan dirimu     Sumber: soal ujian Nasional Bahasa Indonesia SMP/MTs.     Pembahasan  Kata yang berulang dan semakna adalah sebagai berikut:    Kata-kata penunjuk waktu adalah: pagi, siang, dan malam. Kata-kata penunjuk kepada sikap perhatian yaitu: mengenalmu, bersamamu, mengkhawatirkanmu, memikirkanmu, takut kehilanganmu. Dengan demikian berdasarkan kata-kata itu, puisi tersebut menunjukkan seseorang yang sangat perhatian/ kesetiaan pada sesuatu (apakah orang ataupun benda).     Melengkapi Puisi yang Rumpang  Puisi rumpang adalah bagian dari suatu puisi yang hilang dan biasanya dijadikan sebagai latihan dalam menulis puisi bagi siswa. Silakan Anda perhatikan puisi lama berikut:     Kalau ada jarum yang patah  Jangan disimpan di dalam laci  Kalau ada kata yang salah  Jangan disimpan di dalam hati     Puisi di atas adalah salah satu bait puisi lama dalam bentuk pantun. Apabila Anda akan menulis puisi lama dengan bentuk demikian, syarat-syarat yang harus Anda patuhi adalah jumlah larik dalam setiap baitnya harus berjumlah empat, jumlah suku kata dalam     setiap lariknya harus antara delapan dan dua belas, rimanya mesti berpola a-b-a-b (larik ke-1 dan larik ke-3 mesti sama, demikian juga larik ke-2 dan larik ke-4), dan dua larik pertama mesti memuat sampiran. Adapun dua larik terakhir mesti memuat isi, makna, amanat, atau pesan pantun.     Penyebutan puisi lama disebabkan adanya fenomena puisi setelahnya yang dianggap baru. Namun, yang lebih perlu Anda pahami adalah bahwa puisi lama merupakan pancaran masyarakat lama atau warisan budaya nenek moyang kita yang masih hidup dalam tradisi lisan. Bentuk lainnya yang juga termasuk puisi lama adalah bidal, gazal, gurindam, mantra, masnawi, nazam, kithah, rubai, seloka, syair, talibun, dan teromba.  Contoh puisi lama (pantun) yang rumpang di bawah ini:     Jalan-jalan ke Mall (...).  Janganlah sampai lupa (...).  Jika pandai menanam budi  Kelak akan dikenang orang  Contoh puisi baru yang rumpang adalah sebagai berikut:  Pagiku hilang sudah membayang  Hari mudaku sudah pergi  Sekarang petang datang membayang (...)     Mengubah Puisi Menjadi Prosa (Parafrasa Pusi)  Parafrasa adalah pengungkapan kembali suatu tuturan bahasa dalam bentuk bahasa lain tanpa mengubah pengertian. Pengungkapan kembali bertujuan untuk menjelaskan makna yang tersembunyi.  Cara membuat parafrasa adalah pertama-tama hendaklah memahami puisi. Untuk memahami puisi beberapa langkah yang harus dilalui dengan seksama. Langkah-langkah tersebut adalah : (1) membaca puisi secara berulang-ulang, (2) memahami arti lugas kata-kata tiap larik dan bait, (3) menambahkan kata-kata untuk memperjelas hubungan makna kata dalam larik dan bait, (4) memahami makna symbolik/konotatif, (5) memparafrasekan tiap bait, (6) merumuskan makna utuh, (7) mengungkapkan amanat puisi.  Contoh parafrase puisi menjadi prosa adalah sebagai berikut:     DOA  Chairil Anwar  Tuhanku  Dalam termangu  Aku masih menyebut namamu  Biar susah sungguh Mengingat kau penuh seluruh  Cahayamu panas suci  Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi  Tuhanku  Aku hilang bentuk Remuk  Tuhanku  Aku mengembara di negeri asing  Tuhanku  Di pintumu aku mengetuk Aku tak bisa berpaling.     Tuhanku Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, di tengah malam yang sunyi hening ini, aku duduk dalam keadaan termangu lalu secara serta merta aku menyebut nama-Mu, berzikir dengan asma-Mu sembari mengingat segala dosa dan nista yang telah mewarnai setiap langkah kehidupanku di masa lalu.  Kehidupanku sungguh gelap gulita, pelita hatiku seakan padam. Betapun gelapnya hidupku dan hatiku; namun aku tetap berikhtiar sekuat tenaga untuk mengingat asma-Mu Yang Maha Agung, sekalipun hal itu kulakukan dengan perjuangan batin yang sangat berat.     Dengan mengingat kepada-Mu, aku merasakan bagaikan ada cahaya panas yang terpancari dari-MU, dan cahaya membakar dan menghanguskan segala dosa dan nista yang telah membeku dalam jiwa ragaku secara sedikit-demi sedikit. Hal seperti tak pernah terlupa mengingat-Mu setiap hari dan malam, dan akhirnya muncul kembali titik suci bersih dalam relung qalbuku, yang sebelumnya bagaikan kerdip lilin yang akan mati karena ditiup angin di tengah kelamnya malam yang sunyi sepi.     Ya Tuhan, aku kini telah menyadari dan menyesali segala perbuatanku yang selalu melanggar perintah dan larangan-Mu. Penyesalan itu muncul karena kurasakan jiwaku kering kerontang, sengsara tiada tara, dan terasa hancur berkeping-keping, remuk, dan hanya dengan ampunan-Mu dan rahmah-rahim-Mu yang dapat mempersatukan kembali seperti fitrah-Mu semula.     Pada akhir hayatku ini, baru aku sering mengingat dan memohon ampun atas segala dosa yang telah kuperbuat di masa lalu, dengan demikian aku merasakan diriku bagaikan mengembara di negeri asing, negeri yang tak kukenal, negeri yang dihuni oleh manusia yang berprilaku yang keji dan kejam daripada setan-iblis. Olehnya itu, Ya Allah Yang Maha Pemberi Hidayah dan taufik, kiranya Engaku melimpahkan taufik dan hidayah-Mu agar aku bisa keluar dari negeri yang pernah onar dan nista ini.     Ya Allah Yang Maha Pengampun atas segala dosa, kini aku datang bersimpuh dipangkuan kemuliaanmu, mengetuk di pintu ampunan-Mu. Karena aku menyadari dengan seyakin-yakinnya bahwa hanya dengan kasih sayang-Mu dan mapunan-Mu, aku dapat selamat menjalani hidup dan kehidupan di dunia fana ini. oleh karena itu, aku berjanji kepada-Mu bahwa aku tak akan berpaling kembali melakukan dosa-dosa seperti masa silam. Aku benar-benar sadar dan hanya ingin berbakti dan menjalankan perintah dan mejauhi larangan-Mu semata.     b. Prosa  Contoh parafrase puisi di atas adalah salah satu contoh prosa. Karangan prosa merupakan jenis karya sastra dengan ciri-ciri antara lain (1) bentuknya yang bersifat penguraian, (2) adanya satuan-satuan makna dalam wujud alinea-alinea, dan (3) penggunaan bahasa yang cenderung longgar. Bentuk ini merupakan rangkaian peristiwa imajinatif yang diperankan oleh pelaku-pelaku cerita, dengan latar dan tahapan tertentu yang sering disebut dengan cerita rekaan. Unsur-unsur cerita rekaan antara lain sebagai berikut (a) tokoh dan penokohan, (b) alur, (c) latar, (d) tema, (e) amanat, (f) sudut pandang, (g) dan gaya bahasa, yang semuanya saling berhubungan sehingga membentuk satu cerita yang utuh.     Pembagian bentuk prosa seperti yang dikemukakan oleh H.B.Yassin adalah cerpen, novel, dan roman. Menurutnya, cerpen adalah cerita fiksi yang habis dibaca dalam sekali duduk. Novel adalah cerita fiksi yang mengisahkan perjalanan hidup para tokohnya dengan segala liku-liku perjalanan dan perubahan nasibnya. sedangkan roman adalah cerita fiksi yang mengisahkan tokoh-tokohnya sejak kanak-kanak sampai tutup usia. Namun, sekarang ini istilah roman sudah jarang digunakan karena dianggap sama dengan novel.    Unsur-unsur pembangun karya sastra biasa disebut dengan unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Menurut Jakob Sumardjo (1986) yang dimaksud dengan unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang berasal dari dalam karya sastra itu sendiri, seperti: tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa. Sementara itu, unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berasal dari luar karya sastra, misalnya sosial, budaya, ekonomi, politik, agama, dan filsafat. Faktor ekstrinsik tidak menjadi penentu yang menggoyahkan karya sastra.    Beberapa kegiatan yang telah kita lakukan dalam menulis puisi dapat pula kita manfaatkan juga untuk kepentingan menulis prosa, khususnya cerpen. Kegiatan yang dimaksud adalah mendeskripsikan objek konkret secara emotif dan menulis cerpen berdasarkan tokoh dalam sejarah, mitologi, atau karya sastra lainnya.     Menulis prosa pun dapat kita lakukan dengan cara memperhatikan konvensi yang terdapat dalam sebuah karya prosa. Jika cara ini yang kita pilih, maka Anda harus memerhatikan hal-hal berikut.    Tentukanlah tema cerita berdasarkan persoalan yang Anda kuasai, kemudian konkretkan tema tersebut dengan judul yang menarik dan sesingkat mungkin, misalnya tidak lebih dari lima kata. Sadarilah bahwa cerita yang konvensional selain menyertakan judul dan pengarangnya harus juga dilengkapi aspek formal cerpen lainnya, yaitu adanya narasi dan dialog tokoh. Kembangkanlah tema ke dalam unsur-unsur cerita, seperti fakta cerita (alur, tokoh, dan latar), sarana cerita (sudut pandang, penceritaan, dan gaya bahasa). Padukanlah unsur-unsur cerita dengan memerhatikan kaidah alur, yaitu peristiwa disusun secara logis dan kronologis, menghadirkan suspense ‘rasa ingin tahu’ membuat surprise ‘kejutan’ dan menjalin seluruh unsur cerita sehingga tampak utuh.     c. Drama  Semi (1988) menyatakan bahwa drama adalah cerita atau tiruan perilaku manusia yang dipentaskan. Jadi tujuan penulisan drama adalah untuk dipentaskan. Oleh karena itu drama memiliki dua aspek esensial, yakni aspek cerita dan aspek pementasan yang berhubungan dengan seni lakon atau teater. Drama sebenarnya memiliki tiga dimensi, yakni (1) sastra, (2) gerakan, dan (3) ujaran. Oleh karena itu, naskah drama tidak disusun khusus untuk dibaca seperti cerpen atau novel, tetapi lebih daripada itu dalam penciptaan naskah drama sudah dipertimbangkan aspek-aspek pementasannya.     Penyusun :  Dra.Hj.Rosdiah Salam, M.Pd.  Dra.Andi Nurfaizah, M.Pd.  Drs. Latri S, S.Pd., M.Pd.  Prof.Dr.H. Pattabundu, M.Ed.  Widya Karmila Sari Achmad, S.Pd., M.Pd.
Teori dan Apresiasi Sastra Indonesia – gurune.net

Jenis-jenis
Sastra Indonesia/ Genre Sastra

Karya sastra
menurut genre atau jenisnya terbagi atas puisi, prosa, dan drama. Pembagian
tersebut semata-mata didasarkan atas perbedaan bentuk fisiknya saja, bukan
substansinya. Substansi karya sastra apa pun bentuknya tetap sama, yakni
pengalaman kemanusiaan dalam segala wujud dan dimensinya. Berikut ini
dipaparkan ketiga bentuk karya sastra tersebut.

a. Puisi

Pengertian

Secara
etimologis, puisi berasal dari bahasa Inggris, poetry “mencipta”.
Secara terminologis, puisi menurut W.Dunton adalah ekspresi yang konkret atau
bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa yang emosional dan
berirama. Penggunaan bahasanya berupa pengalaman bathin yang disusun secara
khas pula. Susunan kata singkat dan padat, menggunakan majas untuk memperindah
dari berbagai segi: makna, citraan, rima, ritme, nada, rasa, dan jangkauan
simboliknya.

Dari segi
bentuknya kita mengenal puisi terikat dan puisi bebas. Puisi terikat dapat
dikatakan sebagai puisi lama, puisi yang diciptakan oleh masyarakat lama,
seperti pantun, syair,dan gurindam. Puisi lama merupakan puisi yang terikat
oleh syarat-syarat, seperti jumlah larik dalam setiap bait, jumlah suku kata
dalam setiap larik, pola rima dan irama, serta muatan setiap bait Sedangkan
puisi baru, puisi bebas atau yang lebih dikenal sebagai puisi modern yang mulai
muncul pada masa Pujangga Baru yang dipelopori oleh Chairil Anwar yang disebut
angkatan 45. Puisi modern merupakan bentuk pengucapan puisi yang tidak
menginginkan pola-pola estetika yang kaku atau patokan-patokan yang membelenggu
kebebasan jiwa penyair. Dengan demikian, nilai puisi modern dapat dilihat pada
keutuhan,

keselarasan, dan
kepadatan ucapan, dan bukan terletak pada jumlah bait dan larik yang
membangunnya.

Berdasarkan
uraian di atas, dapat dipahami bahwa puisi merupakan pengungkapan pikiran dan
perasaan dengan kata-kata yang terbatas jumlahnya serta dengan bahasa yang
emosional dan berirama.

Unsur-unsur
puisi

Unsur-unsur
puisi terbagi atas unsur lahiriah (struktur fisik puisi) dan unsur batiniah
(struktur bati).

Unsur lahiriah
yaitu: rima atau irama adalah persamaan bunyi yang terdapat pada puisi, baik
pada awal, tengah, atau pada akhir baris puisi. Imaji merupakan suatu kata atau
susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi seperti perasaan,
penglihatan, dan pendengaran. Diksi yaitu pemilihan beberapa kata yang
dilakukan penyair dalam karyanya. Kata konkret adalah kata yang dapat ditangkap
dengan menggunakan indra yang memungkinkan menculnya imaji. Gaya bahasa yang
dapat menghidupkan efek serta menimbulkan konotasi tertentu. Tipografi adalah
bentuk puisi yang tepi kanan dan kiri tidak dipenuhi kata, tidak selalu dimulai
dengan huruf besar pada setiap baris serta tidak diakhiri tanda titik.

Unsur batiniah
yaitu: tema atau makna baik tiap kata atau makna keseluruhan. Rasa merupakan
sikap penyair terhadap suatu pokok permasalahan yang ada dalam puisi, Nada
adalah sikap penyair terhadap pembacanya serta nada berhubungan dengan tema dan
rasa. Amanat merupakan pesan yang akan disampaikan penyair kepada pembaca.

Menentukan
Makna Puisi

Pemahaman makna
puisi bila memaknai secara literal, pengertian tersirat, dan nilai kehidupan.
Makna literal merupakan makna yang digambarkan oleh kata-kata dalam puisi
seperti lazim dipersepsikan dalam kehidupan sehari-hari, merupakan perbandingan
atau metafora aku layaknya atau bagaikan binatang jalang.

Menentukan
Tema Puisi

Baca Juga :  Jawaban dari Bacaan Cita-Cita Besar Patih Gajah Mada

Tema puisi
merupakan dasar atau kokok pikiran/perasaan di dalam penulisan suatu puisi.
Tema puisi dapat diketahui melalui hubungan kata-kata yang semakna yang ada di
dalamnya.

Contoh
menentukan tema puisi:

SAAT ITU

Saat mentari
mulai terbit

Itulah awal
Aku mengenalmu dalam buku

Saat raja
siang membakar

Itulah awal
Aku bersamamu

Saat hujan
turun dengan lebat

Itulah saat
Aku mengkhawatirkanmu

Saat bintang
bertabur dan bulan tersenyum

Itulah saat
Aku memikirkanmu

Saat malam
semakin larut

Saat itulah
aku merasa takut untuk kehilangan dirimu

Sumber: soal
ujian Nasional Bahasa Indonesia SMP/MTs.

Pembahasan

Kata yang
berulang dan semakna adalah sebagai berikut:

  • Kata-kata
    penunjuk waktu adalah: pagi, siang, dan malam.
  • Kata-kata
    penunjuk kepada sikap perhatian yaitu: mengenalmu, bersamamu,
    mengkhawatirkanmu, memikirkanmu, takut kehilanganmu. Dengan demikian
    berdasarkan kata-kata itu, puisi tersebut menunjukkan seseorang yang sangat
    perhatian/ kesetiaan pada sesuatu (apakah orang ataupun benda).

Melengkapi
Puisi yang Rumpang

Puisi rumpang
adalah bagian dari suatu puisi yang hilang dan biasanya dijadikan sebagai
latihan dalam menulis puisi bagi siswa. Silakan Anda perhatikan puisi lama
berikut:

Kalau ada
jarum yang patah

Jangan
disimpan di dalam laci

Kalau ada
kata yang salah

Jangan
disimpan di dalam hati

Puisi di atas
adalah salah satu bait puisi lama dalam bentuk pantun. Apabila Anda akan
menulis puisi lama dengan bentuk demikian, syarat-syarat yang harus Anda patuhi
adalah jumlah larik dalam setiap baitnya harus berjumlah empat, jumlah suku
kata dalam

setiap lariknya
harus antara delapan dan dua belas, rimanya mesti berpola a-b-a-b (larik ke-1
dan larik ke-3 mesti sama, demikian juga larik ke-2 dan larik ke-4), dan dua
larik pertama mesti memuat sampiran. Adapun dua larik terakhir mesti memuat
isi, makna, amanat, atau pesan pantun.

Penyebutan puisi
lama disebabkan adanya fenomena puisi setelahnya yang dianggap baru. Namun,
yang lebih perlu Anda pahami adalah bahwa puisi lama merupakan pancaran
masyarakat lama atau warisan budaya nenek moyang kita yang masih hidup dalam
tradisi lisan. Bentuk lainnya yang juga termasuk puisi lama adalah bidal,
gazal, gurindam, mantra, masnawi, nazam, kithah, rubai, seloka, syair, talibun,
dan teromba.

Contoh puisi
lama (pantun) yang rumpang di bawah ini:

Jalan-jalan
ke Mall (…).

Janganlah
sampai lupa (…).

Jika pandai
menanam budi

Kelak akan
dikenang orang

Contoh puisi
baru yang rumpang adalah sebagai berikut:

Pagiku hilang
sudah membayang

Hari mudaku
sudah pergi

Sekarang
petang datang membayang (…)

Mengubah
Puisi Menjadi Prosa (Parafrasa Pusi)

Parafrasa
adalah
 pengungkapan kembali suatu tuturan bahasa dalam bentuk bahasa
lain tanpa mengubah pengertian. Pengungkapan kembali bertujuan untuk
menjelaskan makna yang tersembunyi.

Cara membuat
parafrasa adalah pertama-tama hendaklah memahami puisi. Untuk memahami puisi
beberapa langkah yang harus dilalui dengan seksama. Langkah-langkah tersebut
adalah : (1) membaca puisi secara berulang-ulang, (2) memahami arti lugas
kata-kata tiap larik dan bait, (3) menambahkan kata-kata untuk memperjelas
hubungan makna kata dalam larik dan bait, (4) memahami makna
symbolik/konotatif, (5) memparafrasekan tiap bait, (6) merumuskan makna utuh,
(7) mengungkapkan amanat puisi.

Contoh parafrase
puisi menjadi prosa adalah sebagai berikut:

DOA

Chairil Anwar

Tuhanku

Dalam termangu

Aku masih
menyebut namamu

Biar susah
sungguh Mengingat kau penuh seluruh

Cahayamu
panas suci

Tinggal
kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

Aku hilang
bentuk Remuk

Tuhanku

Aku
mengembara di negeri asing

Tuhanku

Di pintumu
aku mengetuk Aku tak bisa berpaling.

Tuhanku Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, di tengah malam yang sunyi hening ini, aku
duduk dalam keadaan termangu lalu secara serta merta aku menyebut nama-Mu,
berzikir dengan asma-Mu sembari mengingat segala dosa dan nista yang telah
mewarnai setiap langkah kehidupanku di masa lalu.

Baca Juga :  Pengertian, Ciri - ciri dan Contoh Pantun

Kehidupanku
sungguh gelap gulita, pelita hatiku seakan padam. Betapun gelapnya hidupku dan
hatiku; namun aku tetap berikhtiar sekuat tenaga untuk mengingat asma-Mu Yang
Maha Agung, sekalipun hal itu kulakukan dengan perjuangan batin yang sangat
berat.

Dengan mengingat
kepada-Mu, aku merasakan bagaikan ada cahaya panas yang terpancari dari-MU, dan
cahaya membakar dan menghanguskan segala dosa dan nista yang telah membeku dalam
jiwa ragaku secara sedikit-demi sedikit. Hal seperti tak pernah terlupa
mengingat-Mu setiap hari dan malam, dan akhirnya muncul kembali titik suci
bersih dalam relung qalbuku, yang sebelumnya bagaikan kerdip lilin yang akan
mati karena ditiup angin di tengah kelamnya malam yang sunyi sepi.

Ya Tuhan, aku
kini telah menyadari dan menyesali segala perbuatanku yang selalu melanggar
perintah dan larangan-Mu. Penyesalan itu muncul karena kurasakan jiwaku kering
kerontang, sengsara tiada tara, dan terasa hancur berkeping-keping, remuk, dan
hanya dengan ampunan-Mu dan rahmah-rahim-Mu yang dapat mempersatukan kembali
seperti fitrah-Mu semula.

Pada akhir
hayatku ini, baru aku sering mengingat dan memohon ampun atas segala dosa yang
telah kuperbuat di masa lalu, dengan demikian aku merasakan diriku bagaikan
mengembara di negeri asing, negeri yang tak kukenal, negeri yang dihuni oleh
manusia yang berprilaku yang keji dan kejam daripada setan-iblis. Olehnya itu,
Ya Allah Yang Maha Pemberi Hidayah dan taufik, kiranya Engaku melimpahkan
taufik dan hidayah-Mu agar aku bisa keluar dari negeri yang pernah onar dan
nista ini.

Ya Allah Yang
Maha Pengampun atas segala dosa, kini aku datang bersimpuh dipangkuan
kemuliaanmu, mengetuk di pintu ampunan-Mu. Karena aku menyadari dengan
seyakin-yakinnya bahwa hanya dengan kasih sayang-Mu dan mapunan-Mu, aku dapat
selamat menjalani hidup dan kehidupan di dunia fana ini. oleh karena itu, aku
berjanji kepada-Mu bahwa aku tak akan berpaling kembali melakukan dosa-dosa
seperti masa silam. Aku benar-benar sadar dan hanya ingin berbakti dan
menjalankan perintah dan mejauhi larangan-Mu semata.

b. Prosa

Contoh parafrase
puisi di atas adalah salah satu contoh prosa. Karangan prosa merupakan jenis
karya sastra dengan ciri-ciri antara lain (1) bentuknya yang bersifat
penguraian, (2) adanya satuan-satuan makna dalam wujud alinea-alinea, dan (3)
penggunaan bahasa yang cenderung longgar. Bentuk ini merupakan rangkaian
peristiwa imajinatif yang diperankan oleh pelaku-pelaku cerita, dengan latar
dan tahapan tertentu yang sering disebut dengan cerita rekaan. Unsur-unsur
cerita rekaan antara lain sebagai berikut (a) tokoh dan penokohan, (b) alur,
(c) latar, (d) tema, (e) amanat, (f) sudut pandang, (g) dan gaya bahasa, yang
semuanya saling berhubungan sehingga membentuk satu cerita yang utuh.

Pembagian bentuk
prosa seperti yang dikemukakan oleh H.B.Yassin adalah cerpen, novel, dan roman.
Menurutnya, cerpen adalah cerita fiksi yang habis dibaca dalam sekali duduk.
Novel adalah cerita fiksi yang mengisahkan perjalanan hidup para tokohnya
dengan segala liku-liku perjalanan dan perubahan nasibnya. sedangkan roman
adalah cerita fiksi yang mengisahkan tokoh-tokohnya sejak kanak-kanak sampai
tutup usia. Namun, sekarang ini istilah roman sudah jarang digunakan karena
dianggap sama dengan novel.

Baca Juga :  Hak dan Kewajiban WNI

Unsur-unsur
pembangun karya sastra biasa disebut dengan unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Menurut Jakob Sumardjo (1986) yang dimaksud dengan unsur intrinsik
adalah unsur-unsur yang berasal dari dalam karya sastra itu sendiri, seperti:
tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa. Sementara
itu, unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berasal dari luar karya sastra,
misalnya sosial, budaya, ekonomi, politik, agama, dan filsafat. Faktor ekstrinsik
tidak menjadi penentu yang menggoyahkan karya sastra.

Beberapa
kegiatan yang telah kita lakukan dalam menulis puisi dapat pula kita manfaatkan
juga untuk kepentingan menulis prosa, khususnya cerpen. Kegiatan yang dimaksud
adalah mendeskripsikan objek konkret secara emotif dan menulis cerpen
berdasarkan tokoh dalam sejarah, mitologi, atau karya sastra lainnya.

Menulis prosa
pun dapat kita lakukan dengan cara memperhatikan konvensi yang terdapat dalam
sebuah karya prosa. Jika cara ini yang kita pilih, maka Anda harus memerhatikan
hal-hal berikut.

  • Tentukanlah
    tema cerita berdasarkan persoalan yang Anda kuasai, kemudian konkretkan tema
    tersebut dengan judul yang menarik dan sesingkat mungkin, misalnya tidak lebih
    dari lima kata.
  • Sadarilah
    bahwa cerita yang konvensional selain menyertakan judul dan pengarangnya harus
    juga dilengkapi aspek formal cerpen lainnya, yaitu adanya narasi dan dialog
    tokoh.
  • Kembangkanlah
    tema ke dalam unsur-unsur cerita, seperti fakta cerita (alur, tokoh, dan
    latar), sarana cerita (sudut pandang, penceritaan, dan gaya bahasa).
  • Padukanlah
    unsur-unsur cerita dengan memerhatikan kaidah alur, yaitu peristiwa disusun
    secara logis dan kronologis, menghadirkan suspense ‘rasa ingin tahu’ membuat
    surprise ‘kejutan’ dan menjalin seluruh unsur cerita sehingga tampak utuh.

c. Drama

Semi (1988)
menyatakan bahwa drama adalah cerita atau tiruan perilaku manusia yang
dipentaskan. Jadi tujuan penulisan drama adalah untuk dipentaskan. Oleh karena
itu drama memiliki dua aspek esensial, yakni aspek cerita dan aspek pementasan
yang berhubungan dengan seni lakon atau teater. Drama sebenarnya memiliki tiga
dimensi, yakni (1) sastra, (2) gerakan, dan (3) ujaran. Oleh karena itu, naskah
drama tidak disusun khusus untuk dibaca seperti cerpen atau novel, tetapi lebih
daripada itu dalam penciptaan naskah drama sudah dipertimbangkan aspek-aspek
pementasannya.

Penyusun :

Dra.Hj.Rosdiah
Salam, M.Pd.

Dra.Andi
Nurfaizah, M.Pd.

Drs. Latri S,
S.Pd., M.Pd.

Prof.Dr.H.
Pattabundu, M.Ed.

Widya Karmila
Sari Achmad, S.Pd., M.Pd.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.