Peran Koding dan Kecerdasan Artifisial dalam Meningkatkan Kompetensi Digital Peserta Didik

Peran Koding dan Kecerdasan Artifisial dalam Meningkatkan Kompetensi Digital Peserta Didik

gurune.net –Peran Koding dan Kecerdasan Artifisial dalam Meningkatkan Kompetensi Digital Peserta Didik..Transformasi digital dalam dunia pendidikan memunculkan tuntutan baru terhadap keterampilan yang harus dimiliki oleh peserta didik. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, pembelajaran koding dan kecerdasan artifisial (KA) menjadi dua komponen krusial yang tidak bisa diabaikan. Kemampuan memahami bahasa pemrograman dan logika buatan kini tidak hanya dibutuhkan oleh profesional di bidang teknologi, tetapi juga oleh siswa sejak tingkat dasar sebagai bagian dari literasi abad ke-21.

Namun sebelum mendalami strategi pembelajaran koding dan KA, penting untuk memperjelas sejumlah istilah yang sering digunakan secara tumpang tindih dalam konteks pendidikan digital. Konsep seperti literasi digital, keterampilan digital, dan kompetensi digital merupakan landasan pemahaman yang akan memperkuat efektivitas pembelajaran teknologi ini di sekolah.

Definisi dan Dimensi Literasi Digital dalam Pendidikan

Literasi digital mencakup lebih dari sekadar kemampuan menggunakan komputer. Menurut UNESCO (2018), literasi digital adalah kapasitas untuk mengakses, mengevaluasi, mengelola, menciptakan, dan menyampaikan informasi dengan cara yang aman dan etis menggunakan teknologi digital. Literasi ini tidak hanya berkaitan dengan keterampilan teknis, tetapi juga menyentuh aspek kognitif dan sosial, seperti pemikiran kritis, etika penggunaan informasi, dan tanggung jawab dalam dunia digital.

Definisi ini menekankan pada tiga komponen utama yang esensial:

  1. Pemahaman teknologi digital,

  2. Kemampuan operasional penggunaannya, dan

  3. Konversi penggunaan menjadi hasil nyata seperti partisipasi sosial, peningkatan kesejahteraan, serta penyelesaian masalah.

Dengan literasi digital sebagai pondasi, pembelajaran koding dan KA akan lebih mudah diterima dan diaplikasikan oleh peserta didik dalam berbagai aspek kehidupan.

Peran Berpikir Komputasional dan Koding dalam Pendidikan

Salah satu tokoh penting dalam pengembangan koding dan berpikir komputasional adalah Seymour Papert. Dalam bukunya Mindstorms, ia menegaskan bahwa anak-anak harus diajak untuk memahami konsep abstrak dengan bantuan komputer sebagai alat belajar. Pemrograman menjadi sarana untuk melatih logika, kreativitas, serta kemampuan memecahkan masalah.

Baca Juga :  Landasan Yuridis Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial di Sistem Pendidikan Indonesia

Konsep berpikir komputasional kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Jeannette Wing (2006), yang menyatakan bahwa cara berpikir ilmuwan komputer dalam menyelesaikan persoalan dapat diterapkan di semua bidang. Kemampuan ini mencakup dekomposisi masalah, pengenalan pola, abstraksi, dan algoritma—semua bisa diasah melalui latihan koding.

Dengan demikian, koding di sekolah bukan sekadar pelajaran menulis perintah dalam komputer, tetapi alat untuk melatih cara berpikir sistematis dan analitis yang dibutuhkan dalam berbagai bidang kehidupan.

Koding sebagai Bagian Kurikulum dan Pembelajaran Inovatif

Negara-negara maju seperti Inggris, Finlandia, dan Estonia telah mengintegrasikan pembelajaran koding ke dalam kurikulum sejak tingkat dasar. Hal ini menunjukkan urgensi dan keberhasilan pendekatan pembelajaran berbasis teknologi dalam membentuk kompetensi siswa masa depan. Di Indonesia, langkah ini mulai diadopsi melalui berbagai kebijakan dan inisiatif yang mendorong penguatan literasi teknologi dalam Kurikulum Nasional.

Lye & Koh (2014) menyatakan bahwa pembelajaran koding tidak hanya melibatkan penguasaan teknis, tetapi juga pengembangan pemikiran logis dan penyelesaian masalah. Dalam konteks pendidikan dasar dan menengah, pendekatan ini dapat dikemas secara menarik dengan media visual interaktif seperti Scratch atau Blockly yang ramah anak.

Kecerdasan Artifisial dalam Pembelajaran: Pengenalan dan Pendekatan

Selain koding, konsep kecerdasan artifisial menjadi materi yang semakin penting untuk dikenalkan di bangku sekolah. KA bukanlah materi eksklusif yang hanya bisa dipelajari di perguruan tinggi, melainkan bisa disederhanakan untuk siswa dengan pendekatan berbasis eksperimen dan visualisasi.

Casal-Otero dkk. (2023) mencatat bahwa pembelajaran KA dapat dilakukan dengan bantuan platform pembelajaran visual seperti App Inventor atau machine learning for kids. Tujuannya adalah agar siswa memahami konsep AI sejak dini dan mampu mengevaluasi fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga :  Kunci Jawaban Aktivitas PLB-K7-01 Bermain-main dengan Sirkuit dan Makey Makey dalam Kelompok

Pendekatan ini tidak hanya membuat siswa melek teknologi, tetapi juga kritis terhadap penggunaannya—apakah sesuai dengan nilai etika dan apakah berdampak positif bagi masyarakat.

Kerangka Kompetensi KA dari UNESCO

Untuk membangun kerangka yang utuh, UNESCO (2024a) menawarkan panduan melalui dokumen AI Framework for Students. Dalam kerangka ini, terdapat empat elemen utama yang menjadi target pembelajaran AI di sekolah:

  1. Pola Pikir Berpusat pada Manusia
    Peserta didik diajak untuk memprioritaskan nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap aplikasi AI yang mereka pelajari atau buat.

  2. Etika KA
    Penanaman prinsip keadilan, transparansi, dan tanggung jawab sosial sebagai dasar pengembangan teknologi AI.

  3. Teknik dan Aplikasi KA
    Pemahaman tentang bagaimana AI bekerja secara teknis, seperti mengenal data training, algoritma pembelajaran, dan pengenalan pola.

  4. Desain Sistem KA
    Siswa dilatih untuk mendesain sistem AI sederhana yang memiliki manfaat sosial dan etika yang terukur.

Keempat kompetensi tersebut dapat membentuk siswa menjadi pengguna dan pencipta teknologi yang bukan hanya canggih secara teknis, tetapi juga matang secara etika.

Human-Centered AI dan Tanggung Jawab Sosial

Pendidikan KA yang ideal adalah pendidikan yang tidak hanya menekankan pada penguasaan teknologi, tetapi juga pada nilai-nilai kemanusiaan. Pendekatan yang menempatkan manusia sebagai pusat pengembangan teknologi menciptakan generasi yang tidak hanya mahir menciptakan solusi, tetapi juga bijak dalam mempertimbangkan dampaknya.

Etika KA mencakup pemahaman terhadap isu-isu seperti bias algoritma, perlindungan data pribadi, dan transparansi sistem. Jika peserta didik mampu mengevaluasi dan menerapkan prinsip-prinsip ini dalam proyek-proyek sederhana mereka, maka mereka akan tumbuh sebagai inovator yang berintegritas.

Strategi Implementasi di Sekolah

Untuk mengimplementasikan pembelajaran koding dan KA secara efektif, diperlukan strategi yang mencakup:

  • Pengembangan kapasitas guru melalui pelatihan rutin dan sertifikasi.

  • Penyusunan kurikulum nasional yang menekankan literasi digital dan teknologi secara terpadu sejak pendidikan dasar.

  • Pemanfaatan platform digital yang ramah anak untuk pembelajaran interaktif.

  • Kemitraan dengan sektor swasta dan komunitas teknologi untuk menyediakan konten, pelatihan, dan inspirasi bagi peserta didik.

  • Evaluasi berkala untuk mengukur capaian kompetensi dan dampak sosial dari pembelajaran teknologi ini.

Baca Juga :  Kunci Jawaban Aktivitas 5.4 Coba Enkripsi, Proteksi Data dan File Kelas 7

Menyiapkan Generasi Masa Depan yang Etis dan Inovatif

Keterampilan yang diajarkan melalui koding dan KA bukan hanya untuk menyiapkan peserta didik masuk ke dunia kerja, tetapi juga untuk menjadikan mereka warga digital yang bertanggung jawab, kreatif, dan kritis. Kemampuan untuk merancang solusi berbasis teknologi harus dibarengi dengan sikap menghargai keberagaman, keadilan, dan keberlanjutan lingkungan.

Dengan pendekatan yang tepat, siswa dapat memanfaatkan koding dan AI untuk menciptakan aplikasi yang menyelesaikan masalah komunitas mereka, mendukung gerakan sosial, dan berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan.

Kesimpulan: Koding dan AI, Bukan Sekadar Teknologi, tapi Cara Berpikir

Masa depan pendidikan digital tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan perangkat atau aplikasi, tetapi oleh bagaimana kita mengajarkan siswa untuk berpikir, beretika, dan bertindak dalam dunia yang dikuasai oleh teknologi. Pembelajaran koding dan kecerdasan artifisial merupakan jalan untuk membentuk generasi yang siap menghadapi perubahan dengan solusi yang manusiawi, inklusif, dan berorientasi pada keberlanjutan.

Pembelajaran ini menanamkan bukan hanya kemampuan teknis, tetapi juga cara berpikir yang sistematis, etis, dan berorientasi pada kemanusiaan. Maka dari itu, koding dan KA harus diposisikan sebagai bagian inti dari kurikulum pendidikan nasional demi mencetak generasi pelajar yang cerdas teknologi sekaligus berjiwa sosial dan etis.

Scroll to Top