Seakan hidup ini terasa cepat masih teringat jelas di otak ini saat – saat berjalan menyusuri pinggiran sungai gringsing menuju ke Sekolahanku. Baju Putih yang sudah terkontaminasi “Jatah” Pisang seperti peta buta gambaran kumpulan pulau – pulau kecil di kepulauan seribu menjadi seragam kebanggaan ku saat itu, seragam ke sekolah sekaligus seragam bermain bersama teman sebaya pada masanya. Masalah celana kami dulu unik, kadang atas putih bawah coklat pramuka, sebab hari sebelumnya celana satu – satunya basah kuyup sisa pulang kehujanan. kadang atasan coklat pramuka bawahan merah sebab si coklat tua resleting dol tidak bisa di tarik ke atas. Mungkin hal tersebut tidak berlaku untuk anak – anak kota pada masanya, tapi untuk kami anak-anak di desa hal itu biasa hampir setiap anak mengalami kecuali anak pak carik, pak kades, bu mantri dan cucunya mbah guru. Apapun pakaian kami , bagaimanapun seragam kami kala itu kami tetap semangat melangkah demi pendidikan kami sendiri. Kaki tanpa sepatu sudah biasa, yang luar biasa disaat uang saku kami bisa kami kumpulkan satu tahun untuk sekedar beli sepasang sepatu. Seakan malu rasanya disaat mengenakan sepatu baru kala itu, seakan artis dari ibukota. Injakan kaki teman menjadi salam tanda sepatu baru. Ciri – ciri anak yang mengenakan sepatu baru kala itu bisa di ketahui dari cara berjalanya. Berjalan kaku seakan sedang membawa beban berat, saking jarangnya mengenakan sepatu. Inilah gambaranku di saat aku masih duduk di Sekolah Dasar.
Tetapi yang lebih teringat masa itu adalah kenangan bersama bapak dan ibu guruku yang dengan tekun, kasih sayang, disiplin dan tegas. Sungguh masih teringat masa – masa itu. Yang saya salut seakan masing – masing tingkatan kelas sudah diseting dengan tipe guru yang pas. Untuk kelas bawah dengan tipe – tipe penyabar, tlaten, dan kelas diatasnya dengan tipe tegas, disiplin dan boleh dibilang galak. Tapi jujur saya rasakan betapa besar manfaat yang mereka ajarkan dulu berasa sampai sekarang ini. Aku akan memulai cerita ini dari masa-masa saat dikelas satu. Masa itu adalah masa – masa baru mengenal sekolah. Boleh di bilang mandiri kalau dibandingkan anak masa sekarang. Aku yang masih kecil dihari pertama masuk ke sekolah tanpa di antar orangtua sampai ke sekolah. Bersama kaka-kaka kelas tetanggaku ku di titipkan oleh ibuku. Rasa senang, takut dan malu bercampur menjadi satu. Tapi rasa itu berubah disaat memasuki kelas bertemu sosok ibu yang dengan senyum lebar menyambut kedatangan kami bersama teman-teman kecilku waktu itu, inilah sosok guru pertamaku, Seakan bertemu seorang ibu di sekolah. hari demi hari di kelas 1 kami kami menguasai A-Z dari ” Ini Ibu Budi ” sampai ” Ibu Budi Sedang Memasak” menjadi jambalan wajib kami. 1-10 menjadi nomer sarapan kami sampai kami mengenal 1-100. Ya…masa itu pendidikan kelas 1 hanya terfokus pada “CALISTUNG” baca, tulis , hitung. Buguru dengan sabar menuntun kami menulis, buguru dengan jelas mengeja huruf demi huruf, kata – demi kata. Buguru mencontohkan dan mengajarkan angka demi angka sampai menjumlah dan mengurang angka – angka sederhana. Sebagai selingan kami dikenalkan lagu perjuangan dan lagu – lagu anak karangan ibu sud yang hits pada masanya. Anak – anak masa itu belum mengenal Armada band, Boy band hanya amband dan risband sebagai tempat kami istirahat kala itu hehe.Kenangan yang paling indah pada saat kelas satu adalah disaat bisa menghafal lagu Garuda Panca Sila. Melepaskan kata Pribang-pribang saku menjadi kata Pribadi Bangsaku sangatlah sulit. Inilah awal mula dalam sejarah pertampilan di depan khalayak ramai di mulai…maju kedepan kelas untuk bernyayi. Iya masa itu masa ku pertama kalinya maju untuk tampil di depan orang banyak sebab ku tidak merasakan indahnya masa – masa bermain ( TK ) apalagi PAUD hehehe…Betapa semangat mempersiapkan sendiri dirumah demi sukses menyanyikan lagu Garuda Panca Sila. “Biyung / Mamake ” menjadi guruku dirumah. Sosok Guru dirumah yang terus sampai sekarang tetap menjadi Ibu dan Guru untuk anak-anaknya. Pendidikan memang harus saling terkait antara pendidikan di rumah dan pendidikan di sekolah. Sosok ibu dirumah harus menjadi Guru bagi anak-anaknya dikala dirumah, begitu juga sosok ayah menjadi guru model yang senantiasa menjadi contoh secara tindakan dan perkataan bagi anak – anaknya. Anak adalah perekam terbaik, Dikala sang ayah mengajarkan Sholat tepat waktu dengan tindakan langsung, pastilah anak akan merekam hal tersebut dan secara otomatis tergugah untuk mengikutinya tapi akan sebaliknya jika contoh buruk merekapun akan merekam hal yang mereka contohkan secara tidak sadar. Sosok guru di rumah adalah ayah ibu kita. Bulan berganti bulan, catur wulan demi catur wulan kami lalui sampai tibalah tes catur wulan terahir, sebelum tes catur wulan terahir buguru mengumumkan untuk membayar tes sebesar Rp. 300 setiap anak. Maklum masa itu Boro-boro ada BOS,PKH, PIP, KPS, KIP,KIS dll. yang ada hanya kemadirian. Kelas dua,tiga,empat kami lalui dengan mulus tanpa hambatan kenangan demi kenangan masih teringat jelas bersama bapak dan ibuguruku kala itu, dari di teot pipinya karena tidak bisa porogapet, berdiri didekat papan tulis karena lupa satu hafalan perkalian dan lain-lain tapi kami bersama teman -teman tidak marah, orang tua kamipun tidaklah marah. Justru kami mengenah masa – masa itu, dan merasakan hasil dari masa-masa itu sekarang. Kami tidak mngenal jari matika perkalian menggunakan jari yang buguru harapkan kala itu adalah hafal karena perkalian dasar adalah penting. Alhasil kami bisa menghafal tanpa menekuk tekuk jari kami, tanpa menjejerkan baris demi baris garis untuk mengalikan. Mas itu kami semua hanya di wajibakan Hafal. sampai sehafal hafalnya, membagi ala porogapet sampai sebisa – bisanya. itu pendidikan dikelas rendah kala itu.terima kasih bapak dan ibu guruku, atas jasamu kami sekarang bisa menghitung, membaca lancar, dan menulis seperti yang kulakukan dimalam ini.Masih teringat jelas pelajaran yang paling ku takuti kala itu adalah menulis halus, wajib bagi kami semua kala itu memiliki buku dengan 5 garis bantu khusus untuk menguasai tulisan latin dengan penulisan lambata, rapi dan bagus itulah menulis halus. Dengan sabar guru-guruku kala itu mencontohkan dengan tulisan yang super rapi di papan tulis kapur yang sudah di set bergaris pula.Masih teringat jelas di kala bapak – ibu guru kami mewajibakan kami menghafal pancasila, dan pengamalanya dalam mata PMP, sekarang yang kita kenal dengan PKn. Alhasil hafal, Apa yang masih teringat jelas pada masa kelas 4 adalah disaat setiap anak disuruh maju menceritakan tentang cita – cita kala itu disaat teman yang lain bercita – cita sebagai Guru,Sopir, Dokter, Tentara, Polisi, Pilot dan teman-teman perempuan hampir bercita-cita sebagai Pramugari aku sendiri bercita-cita sebagai BOS alhasil semua tertawa. Kala itu aku memang bercita-cita sebagai BOS, beranggapan bahwa BOS mempunyai uang banyak, maklum saking kepenginya saking jarangnya dapat uang saku berlebih dari orang tua, hehehe..Baju saja sampai klusu belum tentu dibelikan, baju dipakai sampai benar – benar robek hehehe… tapi disinilah ku menjadi desainer muda. Saking kepenginya mempunyai kaos baru yang tidak tercapai hobiku kala itu menggambar kaos yang didalamnya saya desain tulisan – tulisan dan gambar – gambar imajinasiku saat kecil. Allah memang maha mengabulakan doa. Doa ku terjawab setelah 16 Th kemudian. Sampai ku mau makai kaos tinggal makai, akhirnya Allah memberiku kesempatan untuk memiliki Usaha dibidang sablon, dan jual beli kaos hasil desainku sendiri. Allah maha – maha mendengar dan maha mengabulkan. Ok kembali lagi masa kecil ya..hehe…
Kini aku sudah di katakan lebih besar secara fisik, lebih berani secara mental dan lebih siap secara pikiran, kini ku memasuki kelas V. Hari pertama masuk kelas ini sangat menegangkan karena rumor sebelumnya Kelas ini di pimpin oleh guru yang luar biasa disiplin, tegas, dan tuntas saat menghukum hehehe….rasa takut luar biasa. Kami semua memasuki ruangan Pojok, sebuah ruangan di dalam ruangan jadi kami harus membuka pintu kelas enam dulu sebelum berbelok kanan membuka pintu kelas V. Bangku yang menyambung dengan mejanya berbahan dasar Pohon Jati merupakan tinggalan belanda menambah suasana tegas dan keras di kelas ini.
Preesreader |
Ya ternya benar hari pertama kami semua di suruh membuat “Tuding” ( sebilah bambu yang diraut sampai diameter sebesar jari orang dewasa dengan panjang kurang lebih satu meter ). Dalam hati ” haduhh pasti kena pukul besok”. Di ke esokan harinya pak guru mengumumkan barang siap yang dikelas tidak disiplin, tidak mematuhi aturan, tidak mau belajar, hukumanya menggunakan “Tuding” yang kalian buat sendiri. Kala itu ada satu temanku yang malas membuat tuding tidak sampai satu jari akan tetapi masih terlihat besar dia yang paling was – was. Tapi ternyata hal ini sangat manjur saat itu. Benar – benar luar biasa Pak Guru aturan tegas tersebut sangat manjur, Setiap anak sangat berhati- hati dalam bertindak karena takut akan sanksi dan merekapun belajar dengan tekun. Tidak ada yang berani menatap muka pak guru kala itu, apa lagi nyolot, dan se enaknya sendiri. Walau jumlah ” tuding ” banyak dan berjejer di samping meja sendiri – sendiri akan tetapi sampai akhir taun tuding tersebut jarang digunakan hanya satu dua kali digunakan pak guru untuk menotok kami itupun karena benar – benar kami akui salah. Seperti PR tertinggal, menjawab salah. Tapi ternyata efek tuding waktu itu sangat manjur, Aku dan teman-teman lebih disiplin, hati-hati, serisus, dan berani tampil karena takut adnya sanksi yang jelas dan tegas.
Satu tahun berlalu kami masuk ke tingkat terahir di Sekolah Dasar aku memasuki kelas VI ( Enam ). Kelas ini menurut kaka- kaka yang sudah lulus adalah kelas penuh kesabaran, ketekunan dan ” Kekencotan ( Kelaparan ) , Kekompakan dan Kesuksesan ” hahaha pnajang ya Ke nya. Ternyata benar Kesabaran ( sang guru benar-benar dengan sabar menerangkan sampai detail setiap pelajaran ) masih teringat jelas sesosok guru luar biasa yang mampu mengubahku dari Anak yang sangat membenci matematika menjadi anak yang sangat suka matematika waktu itu, Ketekuna ( Anak – anak dengan tekun belajar tak mengenal lelah setiap pulang kami secara mandiri berkelompok dalam kelompok belajar masing masing ) yang aku salut pak guru mendatangi langsung pos -pos belajar kami di sore harinya..secara bergantian pak guru mengecek dan memantau perkembangan belajar kami secara langsung, kerumah-rumah kami, sungguh totalitas seorang guru dalam mendidik dan mngejar yang telah pak guru contohkan kepad kami semua, Tak ada satupun anak yang berjalan tegak disaat berjalan didepanya, semua tertunduk dengan tangan menyodor kedepan tanda hormat kepadanya, tanda hormat kepada orang tua, Ke yang ketiga adalah Kelaparan ( hehehe yap…pulang jam 4 sudah biasa, yang aku salut kala itu adalah dengan uang saku Rp. 50, hanya untuk membeli bubur kacang ijo satu plastik dan gorengan satu bisa untuk bertahan sampai sore, tidak ada cilung,cireng apa lagi bakso dan teman-temanya yang ada hanya kupat mendo, bubur, pecel jajan kami kala itu. Tapi kami mampu bertahan sampai seharian dengan hasil pulang ” Kencot” hehehe..Ke yang ke empat adalah :” Kekompakan ” luar biasa pak guru mengajarkan kekompakan yang sampai satu tahun kami serasa seperti keluarga, kakak adik dan bermainpun dirumah tidak lepas dari mereka semua. dan ” Kesuksesan ” terimakasih Pak Guru.. Motivasi kesuksesan telah kami buktikan sekarang Hampir semua muridmu sukses di berbagai profesi, ya teman – teman satu angkatanku bisa dikatakan beragam profesi dari 24 anak kala itu sekarang sudah menjelma menjadi seorang dengan berbagai latar pendidikan berbeda, profesi yang berlainan dan kesuksesan di masing-masing bidangnya. Dan ku sendiri memutuskan ingin meraih kesuksesan seperti yang pak guru sampaikan kala itu. Aku memilih meneruskan cita -citamu menjadi seorang guru mengabdi untuk negerei ini, Aku ingin menyampaikan motivasi kesuksesamu kepada anak – anak didiku sekarang. Dan semoga ada salah satu anak didiku yang mau meneruskan cita-citaku dan mewariskan motivasi kesuksesanmu kepada generasi berikutnya dan berikutnya. Doaku selalu untukmu guruku dan terimakasih atas semua ilmu yang telah kau berikan kepada ku. Semoga ilmu yang baik akan ku wariskan ke anak didiku.
DIRGAHAYULAH DIKAU DIRGAHAYU SELAMANYA .
HUT PGRI KE 72
SELAMAT HARI GURU NASIONAL
( Penulis amatiran : Arif Prayitno )