gurune.net – Cerita Anak, Ayla Penakluk Mimpi. Berikut gurune contohkan cerpen anak dengan tema cita – cita. Semoga bermanfaat. Jika ada yang membutuhkan cerita – cerita anak seperti ini bisa hubungi kami untuk kami buatkan. Bahkan sampai ke pembuatan bukunya. Serta Ber ISBN.
Baca Juga : Kejujuran Untuk Meraih Cita-Cita, Cerpen Anak
Ayla Penakluk Mimpi
Ayla demam tinggi. Badannya berkeringat dan menggigil. Muka putihnya terlihat memerah dan giginya bergemeletuk sejak tadi. Tapi tak satu kata aduh pun keluar dari mulutnya, bahkan ibu malah mendengar hafalan ayat suci Al Quran, meski lirih.
“Ibu, kondisi Adik gimana?” Tanya Ayra yang tiba-tiba datang dan duduk di sebelah ibu.
“Belum turun juga demamnya. Sebentar Ibu kasih obatnya lagi. Mbak Ra bantu ganti kompres Adik ya.”
Saat ibu keluar, Ayra menatap wajah polos adiknya. Ia menyesal tadi menuruti adiknya pergi ke pinggir danau dan memetik bunga. Karenanya mereka pulang kehujanan dan sekarang adiknya jadi sakit. Yang membuat Ayra makin sedih, rupanya bunga-bunga itu Ayla susun di sebuah pot kecil bekas kaleng susu yang sudah Ayla hias sendiri.
“Pssst…ini untuk Ibu ya Mbak. Hari ini kan hari Ibu,” mata Ayla menyipit lucu ke arah Ayra. Seketika hati Ayra gerimis. Adiknya yang belum genap sembilan tahun ini memang sangat perhatian dan selalu semangat dalam hal apapun. Ia bahkan tidak terpikir memberi apa-apa untuk ibu, karena merasa tidak ada yang bisa diberikan. Kondisi mereka yang serba kekurangan sepeninggal ayah, membuat Ayra harus berhemat.
“Syafaakillaah Adik cantiknya Mbak,” bisik Ayra di telinga Ayla.
===
“Bruuk!”
“Woy, hati-hati dong!” teriak Bagas.
“Ups, maaf Gas. Aku terburu-buru,” jawab Ayla sambil menangkupkan dua telapak tangannya.
Ayla terus berlari melewati ruang-ruang kelas dan menuju ke aula. Hari ini dia akan mengikuti lomba tahfizul Quran juz 30. Sudah berbulan-bulan dia berlatih dan terus menghafal, bahkan saat sakit pun tidak berhenti mendaras ayat-ayat hafalannya.
Teringat tadi pagi sebelum berangkat, ibu mendoakan sambil mengusap kepalanya.
“Ibu doakan yang terbaik buat Ayla. Menang bukan segala-galanya, jadi Ayla harus meluruskan niat.”
Ayla mengembangkan senyum manisnya dan memeluk ibu. Bahagia rasanya punya ibu yang selalu mendukung semua cita-cita Ayla.
Masuk ke dalam aula, tiba-tiba hati gadis kecil itu menciut seketika. Ada puluhan peserta di sana, perwakilan terbaik dari tiap-tiap sekolah di kota Depok. Ia terdiam di pintu sambil mengatur nafas. Aku pasti bisa! Gumamnya dalam hati. Dari jauh dia melihat ibu Komala, kepala sekolahnya, memanggilnya dengan melambaikan tangan. Ayla segera berlari mendekatinya.
“Semangat ya Nak, Ibu berharap besar sama Ayla. Mudah-mudahan bisa memberi yang terbaik untuk sekolah,” ibu Komala menepuk-nepuk bahu Ayla.
===
“Ayla….Aylaaaa, kamu dimana, Dik?” suara Ayra menggema di seluruh ruangan sekolah. Dibantu pak Jaja, satpam sekolah, Ayra menyisir satu persatu ruangan mencari Ayla. Suasana sekolah sudah sepi, hanya tersisa petugas kebersihan dan satpam saja. Ini sudah jam lima sore dan Ayla belum juga ditemukan.
“Ra, kok Adikmu belum pulang ya? Ini sudah mau Ashar lho,” sore tadi ibu tiba-tiba memanggil Ayra.
Ayra yang baru saja bangun tidur, terkesiap kaget.
“Masa sih, Bu?”
“Iya, biasanya kan jam 2 juga sudah bubaran sekolah tho? Lha tadi Ibu lihat Via pulang sendiri, biasanya kan sama Adikmu.”
“Ibu ndak nanya sama Via?”
“Ndak, Ibu pikir Ayla mungkin bareng yang lain.”
“Yo wis, habis salat Ashar Ayra cari ya Bu. Ibu ndak usah khawatir, Ayla tuh anak pinter.”
Ayra masih melamun di gerbang sekolah Ayla. Dia bingung harus mencari kemana lagi. Tadi sudah ke rumah Via dan beberapa teman Ayla lainnya, dan mereka semua tidak tahu. Hampir putus asa rasanya mengingat ibu pasti hatinya sedih sekarang. Tiba-tiba..
“Mbak Ayra, mohon maaf. Ini anak saya, Didi.” Pak Jaja sudah berdiri di sampingnya bersama Didi. Seingat Ayra, Didi ini teman sekelas Ayla.
“Barusan Didi cerita kalau habis antar Mbak Ayla ke makam.”
“Makam?” Ayra kaget mendengarnya. Jangan-jangan…
“Iya Mbak, tadi saya nemenin sampai Ashar. Terus karena harus membantu Bapak, saya tinggal.”
Tanpa pikir panjang Ayra segera berlari ke arah makam.
“Dik, ngapain di sini?” Ayra duduk di sebelah adiknya. Ayla hanya menatap kakaknya sekilas lalu menangis. Dia mengusap-usap pusara ayah.
“Ayla nggak menang lomba Mbak,” tangisnya semakin mengisak. Ayra memeluknya agar tenang. Setelah tenang, Ayra mengajaknya pulang karena sudah menjelang Magrib.
===
“Nduk, ibu sudah bilang tadi pagi, kalau menang bukan segala-galanya,” ibu memeluk Ayla yang masih bersedih. Ayra duduk sambil memijiti kaki ibu.
“Tapi Ayla punya mimpi, Bu. Kalau menang, Ibu, Mbak Ra, Bu Komala dan sekolah pasti bangga. Terus, hadiahnya mau Ayla kasih Mbak Ra untuk memperbaiki sepedanya. Kasihan Mbak Ra sekolahnya jauh.”
Deug, hati Ayra sedih seketika. Adiknya selalu perhatian kepada orang lain dan kadang lupa dengan dirinya sendiri.
“Iya Nduk, Ibu paham. Masyaallah hatimu memang baiiik sekali kepada siapa pun. Tapi Nduk, di mata Allah kamu sudah menang.”
“Kok bisa, Bu?” tiba-tiba Ayla mendongak dan menatap ibu.
“Iya, karena Allah itu melihat proses, bukan hanya hasilnya. Ibu lihat perjuangan Ayla luar biasa, malah pas sakit masih saja menghafal. Belum lagi pahalanya di sisi Allah. Dan satu lagi…”
“Satu lagi apa Bu?” Ayla mulai terlihat semangat kembali.
“Kalau Ayla sungguh-sungguh, kelak mimpi Ayla memberi mahkota untuk Ayah dan Ibu pasti akan terwujud.”
Ayla kembali menangis dan memeluk ibu juga Ayra, tapi kali ini airmata penuh kebahagiaan.
Penutup :
Demikian contoh cerita anak Ayla Penakluk Mimpi. Sebuah Cerpen dengan tema cita – cita semoga bermanfaat.
Cerpen ini boleh digunakan untuk kebutuhan bahan ajar
syarat : Cantumkan sumber tulisan ini.
Baca Juga : Cerpen Anak : Cita-Cita ini Bernama Voice Over Talent